TUGAS RESENSI
BAHASA INDONESIA
Kelompok II
Nama : Ismi Fauziah
Nanang Surgara
Rani CitraDewi
Ria Vinola Widia Wati
Siti Marfuah
Kelas : XII AK 4
1. IDENTITAS NOVEL
·
Judul Novel : Sang Pemimpi
·
Penulis : Andrea Hirata
·
Tokoh : Ikal, Arai, Jimbron, Pak Mustar, Nyonya Pho, Ayah Ikal, Pak Balia
·
Bahasa : Indonesia
·
Penerbit : Bentang
·
Penyunting : Imam Risdiyanto
·
Tebal Halaman : 247 halaman
·
Panjang : 21 cm
·
Lebar : 13 cm
·
ISBN : 978-602-8811-37-8
·
E-mail Penerbit :
·
Harga Novel : Rp 50.000
2. BIODATA PENGARANG
Andrea Hirata adalah novelis
Indonesia. Ia lulus cum laude dari
program master, Jurusan Economic science,
Sheffield Hallam University, United Kingdom. Tahun 2010 Andrea mendapat beasiswa
untuk belajar sastra di IWP (Internasional Writing Program), University of
lowa, Amerika Serikat.
Andrea telah menulis enam novel fenomenal yang seluruhnya mencapai National Bestseller dan telah pula
beredar secara internasional di bawah sebuah literary management di New York. Novel-novel tersebut adalah Laskar Pelangi (The Rainbow Troops), Sang Pemimpi (The Dreamer), dan Edensor (Edensor). Adapun tiga novel
lainnya yaitu Maryamah Karpov, Padang
Bulan, dan Cinta di Dalam Gelas akan diterbitkan secara internasional
menjadi satu novel dengan rencana judul The
Strange Rhythm.
Novel ketujuh Andrea yang ditulis selama mengikuti program IWP
berjudul Two Trees (dalam edisi
bahasa Indonesia judul tersebut diubah menjadi Ayah) akan segera beredar dan
sebuah cerita pendek berjudul Dry Season
yang juga ditulisnya selama mengikuti program itu telah menjadi karya terpilih
dan dimuat di Washington Square Review,
sebuah majalah sastra yang diterbitkan oleh New York University.
3. RESENSI NOVEL
Di sebuah kota kecil di Magai di Pulau Belitung hiduplah seorang anak
yang bernama Ikal. Dia adalah seorang anak laki-laki yang mempunyai impian dan
cita-cita yang tinggi. Dia bersekolah di SMA Negeri di daerahnya.
Dia tidak tinggal dengan kedua orang tuanya melainkan dia tinggal bersama kedua
sahabatnya yaitu Arai dan Jimbron. Sebenarnya Arai masih bertalian darah
dengannya tetapi karena orang tua dan adiknya Arai telah tiada, jadi Arai
diasuh oleh orang tua Ikal. Dari kecil mereka selalu bersama. Ikal sangat
sayang pada Arai, begitu pun Arai juga sangat sayang kepada Ikal.
Disekolahnya di SMA Negeri, Ikal mempunyai guru yang bernama Mustar
Djai’din, B.A. Ia sering di panggil oleh para siswa yaitu Pak Mustar. Pak
Mustar itu orang penting, tanpa dia kampung ini takkan pernah punya SMA. Dia
salah satu perintisnya. Jika tidak ada sekolah dikampung ini, Ikal dan kedua
sahabatnya pun harus bersekolah dengan jarak yang sangat jauh. Kira-kira sampai
ratusan kilometer jauhnya. Namun Pak Mustar menjadi garang lantaran anak lelaki
satu-satunya justru tak di terima di SMA negeri itu. Hanya karena NEM anak Pak
Mustar kurang, dengan berat hati anaknya pun tak dapat masuk ke SMA negeri itu.
Sering kali Ikal dan Arai menjahili Pak Mustar lantaran mereka tak
suka dengannya. Pak Mustar pun lama-lama kesal karena sering di kerjai oleh
para murid-muridnya termasuk Ikal, Arai dan Jimbron. Tetapi jika Pak Mustar
sudah marah tak ada yang berani dengan dia. Apalagi dengan hukuman-hukuman yang
akan ia berikan ke siswa yang mencari masalah dengannya. Hukuman yang di
berikan Pak Mustar sangat kejam sampai-sampai pernah ada yang di permalukan
gara-gara hukuman yang ia buat semau dia.
Pernah ada suatu kejadian Pak Mustar mengunci
pagar sekolah setengah jam sebelum jam masuk. Pak Mustar berdiri di podium
menjadi inspektur apel rutin. Ikal, Jimbron, Arai dan siswa lain sebagian
terlambat di luar, beberapa siswa yang terlambat justru mengejek Pak Mustar
dengan menirukan pidato Pak Mustar seperti monyet sirkus yang tak lain Arai
pemimpinnya. Pak Mustar mengamuk meloncat dari podium dan mengajak dua orang
penjaga sekolah mengejar mereka.
Saat lolos dari Pak Mustar, mereka
beristirahat duduk penuh gaya di atas sepeda yang butut. Sekelompok siswi kelas
satu yang juga terlambat, nongkrong berderet-deret. Hanya Ikal, Jimbron, Arai
penjantan di sana. Bagi mereka ini adalah kesempatan baik untuk mereka tebar
pesona. Ikal langsung memakai Tancho, menyisir seluruh rambut ke belakang, maka
muncullah bongkahan jambul berbinar-binar. Di dekat para siswi tadi, Ikal
berpura-pura menunduk untuk membetulkan tali sepatu yang sebenarnya tak
apa-apa, sehingga ketika bangkit, Ikal mendapat kesempatan menyibakkan
jambulnya seperti gaya pembantu membilas cucian.
Sayangnya, bukannya mendapat simpati ketika
melakukan gerakan mengayun jambul dengan sedikit putaran manis setengah
lingkaran, Ikal malah terperanjat melihat para siswi di depannya menjerit-jerit
histeris. Mereka menatap sesuatu dibelakangnya seperti melihat kuntilanak.
Tak sempat disadari Ikal, secepat terkaman
macan, Pak Mustar telah berdiri di sampingnya. Ikal menjejalkan pijakan untuk
melompat, tapi terlambat! Pak Mustar merenggut kerah baju Ikal, menyentak Ikal
dengan keras hingga kancing-kancing baju Ikal putus berpelanting ke udara, lalu
berjatuhan gemerincing. Ikal meronta-ronta dalam genggamannya, menggelincang
lalu kabur.
Teriakan Pak Mustar membahana. Ikal berlari
sekencang-kencangnya. Siswa-siswa yang tadi mengikuti apel berhamburan menuju
pagar, riuh menyemangati Ikal karena mereka benci kepada Pak Mustar.
Seumur-umur Ikal tak pernah diperhatikan oleh siswi-siswi. Namun, kini
gadis-gadis manis Melayu itu yang tak sedikitpun mengacuhkan Ikal,
melolong-lolong mendukung Ikal.
Tenaga Ikal terbakar. Sejenak Ikal melirik
sejejeran panjang tak putus-putus pagar nan ayu itu, ratusan jumlahnya,
berteriak histeris membela Ikal, hanya mebelanya sendiri, sebagian
melonjak-lonjak, yang lainnya membekap dada, khawatir jagoannya ditangkap
garong.
Ikal melambung tinggi, tinggi sekali. Setiap
langkahnya rasanya ringan laksana lompatan anggun. Walaupun gemetar ketakutan,
Ikal melesat sambil tersenyum penuh arti. Bajunya yang tak berkancing
berkibar-kibar seperti jubah Zorro. Ikal merasa tampan, merasa menjadi
pahlawan.
Ikal berlari melintasi pelantaran yang
dipenuhi pedagang kaki lima, meliuk-liuk di antara gerobak sayur dan ratusan
pembeli. Pak Mustar dan komplotannya lekat dibelakang Ikal. Peluit
melengking-lengking. Orang-orag berteriak gaduh. Ikal berbelok tajam ke gang
permukiman Khek. Pak Mustar ketinggalan dibelakang Ikal.
Ikal berbalik dan tepat di sana, lima belas
meter darinya, baru saja berbelok, Jimbron dan Arai terengah-engah sambil
berpegangan. Jimbron jika berlari harus dibopong.
Melihat sasaran nomplok yang tiba-tiba muncul
di depan, Pak Mustar kembali bernafsu memburu mereka. Ikal dan Arai menopang Jimbron. Mereka
memasuki labirin gang yang membingungkan. Akhirnya, di gudang peti es milik
Nyonya Pho itulah mereka terperangkap.
Tiba-tiba, mereka terperanjat karena mendengar
dentuman knalpot vespa Lambretta. Penunggang vespa itu adalah Nyonya Lam Nyet Phot.
Dia pemilik gudang itu dan penguasa 16 perahu motor. Nyonya Pho bertubuh tinggi
besar, rambutnya tebal, disemir hitam pekat dan kaku seperti sikat. Alisnya
seperti kucing tandang. Bahunya tegap, dadanya tinggi, dan raut mukanya seperti
orang terkejut. Berperkara dengan Nyonya Pho, urusan bisa runyam, karena mereka
telah menyelinap ke gudangnya, mereka pasti dituduh mencuri.
Arai dengan otaknya yang ganjil melirik peti
es ikan. Arai mencongkel gembok dan menyikap tutup peti. Wajah mereka seketika
memerah saat mencium bau amis yang telah lama mengendap. Isi peti mirip
remah-remah pembantaian makhluk bawah laut. Ikal masuk ke dalam peti itu duluan
dengan ditindih badan Jimbron hampir 80 kilogram dan Arai hampir 50 kilogram.
Tulang-tulang Ikal melengkung. Jika bergeser, rasanya akan patah. Perut Ikal
ngilu seperti teririrs karena diisap dinginnya sebatang balok es. Ikal
menggigit lengannya kuat-kuat menahan derita. Bau anyir ikan busuk menusuk
hidungnya sampai ke ulu hati. Tatapan nanar bola mata mayat-mayat ikan kenangka
yang terbelalak membuatnya gugup.
Nyonya Pho dan para pembantunya memasuki
gudang. Di luar gudang, Pak Mustar dan dua orang penjaga sekolah tadi tengah
duduk merokok. Sekarang, delapan orang pembantu Nyonya Pho memikul peti ini
menuju pasar pagi yang ramai.
Di dalam peti es, Ikal melihat tingkah aneh
Arai. Arai tersenyum girang kepada Ikal. Ikal mengerti bahwa baginya apa yang
dialami mereka adalah sebuah petualangan yang asyik. Ikal merasa takjub dengan
kepribadian Arai.
Sesampainya di pasar, mereka mendengar langkah
para pengangkat peti bergegas pergi. Ketika Nyonya Pho membuka tutup peti dan
langsung, saat itu juga, dia menjerit sejadi-jadinya. Wajahnya yang memang
sudah seperti orang terkejut menjadi biru bak anak kecil melihat hantu. Mereka
bertiga bangkit serentak tanpa ekspresi. Nyonya Pho ternganga dan bibirnya
bergetar. Ratusan pembeli ikan terperangah menyaksikan mereka. Mereka
melenggang jalan dengan santai melewati Nyonya Pho yang terjajar hampir jatuh.
Tidak hanya sampai disitu saja mereka membuat
Pak Mustar murka.
Di Dermaga Olivir, Magai hiburan paling top
adalah gedung bioskop. Gedung bioskop tersebut berada persis di depan los
kontrakan mereka, tapi sedikit pun mereka tak berani meliriknya. Sebab,
menonton bioskop merupakan salah satu larangan paling keras Pak Mustar. Bagi
Pak Mustar menonton bioskop sangat berbahaya dan menjatuhkan martabat para
murid, tak ada mutunya sama sekali. Posternya saja bergambar aurat diumbar ke
mana-mana.
Maka tak ada siswa SMA negeri yang berani dekat-dekat
bioskop itu. Membicarakannya pun sungkan. Tapi, sore itu berbeda.
Ikal, Jimbron, dan Arai baru pulang sekolah
dan sedang duduk santai di beranda los kontrakan mereka, kala itu para petugas bioskop
mengurai gulungan terpal besar berukuran 4 x 3 meter, sebuah film baru. Karena
sedang tak ada kerjaan, mereka iseng saja mengamati petugas bisokop itu.
Mulanya, mereka hanya melihat gambar dua potong betis yang putih. Namun,
pemandangan makin menarik sebab seiring dengan kian panjangnya terpal itu
diurai dan kian ke atas gambar betis itu, makin tak ada tanda-tanda pakaian
menutupinya. Mereka bertiga melotot sewaktu terpal dibuka melewati lutut wanita
itu. Naik lagi dan terus naik lagi tetap tak tampak selembar pun benang
membalutnya. Mulut mereka ternganga sewaktu terpal terbuka sampai ke atas. Di
sana hanya ada carik kecil berwarna merah. Bukaan terpal naik lagi, dan dadanya
juga hanya dililit carik merah berupa tali-temali. Mulut Arai seperti anjing
melihat tulang. Arai cepat-cepat menutup matanya dengan kedua tangan. Tapi,
aneh jari-jarinya bergeser sendiri tak terkendali. Ditutup lagi mukanya. Arai
ingat dirinya berijazah Sekolah Dasar Lakar Pelangi Muhammadiyah, kawah
candradimuka pendadaran Islam yang tangguh. Ditutupnya kembali jarinya, tapi
jari-jari Arai itu kembali melawan tuannya. Arai malu dan merasa bersalah
kepada Buya Kiai Haji Achmad Dahlan, pendiri Muhammdiyah.
Poster tergelar penuh, dan hanya lima puluh
meter, tepat di depan pintu los kamar kontrakan mereka, wanita berbikini itu
melirik penuh godaan sambil menggendong seekor anjing pudel.
Berminggu-minggu setiap pulang sekolah, mereka
selalu memandangi poster film tersebut. Mereka tersihir oleh gambar yang berada
di poster itu. Sampai akhirnya, mereka memutuskan untuk menonton film dua carik
merah yang dikenakan wanita di poster terpal itu.
Meskipun telah seiya sekata, perjuangan mereka
untuk menonton film itu tidaklah mudah. Dari mulai pagar bioskop sampai pintu
masuk, bertebaran peringatan keras bahwa anak sekolah dilarang masuk. Mereka
gagal membujuk A Kiun gadis penjual tiket. Anak sekolah walaupun sudah tujuh
belas tahun, tak boleh masuk. Tak boleh oleh Pak Mustar! Mereka bahkan gagal
menghasut Pak Cik Basman, tukang sobek karcis, agar menyelundupkan mereka ke
dalam bioskop. Mereka bersedia untuk membayar dua kali lipat, tetapi Pak Cik
tegas tak mau karena bisa dipecat. Pak Mustar punya mata-mata di mana-mana.
Pupuslah harapan mereka. Mereka pulang ke los kontrakan.
Jimbron memiliki ide, mereka akan masuk
bioskop dengan menyamar sebagai orang berkerudung.
Esoknya, mereka sibuk mencari sarung yang
paling bau yang berbulan-bulan tak dicuci agar A Kiun dan Pak Cik Basman tak
betah dekat-dekat dengan mereka. Mereka menyelinap dalam barisan panjang orang
berkerudung yang mengantre tiket. Betapa sempurna penyamaran mereka.
Ikal gugup ketika mendekati loket karcis yang
beruji. Suara Ikal menggumam tak jelas sewaktu menyodorkan uang receh sambil
menunjukkan tiga jari. Mendapat semburan semerbak bau sarungnya, A Kiun
mendadak memundurkan kursinya. Mukanya merah dan cepat-cepat menyerahkan
karcis. Melihat Ikal pun dia tak berminat. Tahap pertama, sukses!
Tahap kedua, yang paling menentukan, yaitu
melewati tukang sobek karcis Pak Cik Basman. Mereka masih tiga meter darinya
dan dia langsung menutup hidung, memalingkan wajahnya. Pak Cik menyuruh mereka
cepat masuk tanpa menyobek karcis mereka.
Mereka girang seperti orang berhasil melewati
tembok Berlin. Mereka mengambil tempat duduk di tengah. Bau pesing tercium dari
sudut-sudut bioskop. Mereka tetap memakai sarung seperti orang memakai cadar dan
dari balik cadar, mereka terpesona melihat adat istiadat dalam bioskop orang
dewasa.
Pertama-tama, muncul gerombolan calo angkutan
umum. Mereka terbahak-bahak sekehendak hatinya dan membakar obat nyamuk dekat
mereka duduk. Kaki dinaikkan ke atas kursi dan semuanya merokok seperti kereta
api.
Datang pula beberapa pasang lelaki dan
perempuan yang dari bajunya penggemar berat music dangdut. Lalu, terakhir hadir
gerombolan besar tak putus-putus orang berkerudung. Sebelum duduk, mereka
menyemprot celah-celah kursi dengan semprotan serangga untuk menghindari
gigitan tuma. Kini, bau pesing bercampur dengan bau minyak tanah. Ada pula yang
menggerus kapur barus dan menebarkan garam mengellilingi tempat duduk mereka
untuk menghindari serbuan kepinding. Inilah film Indonesia, inilah bioskopnya,
dan inilah para penontonnya!
Film pun dimulai dengan adegan seorang bapak
yang gendut dan botak, nyonya rumah, dan kedua anak remajanya sedang makan.
Seekor anjing pudel yang telah mereka kenal dengan baik berlari-lari
mengelilingi meja makan. Jika nyonya rumah pergi ke salon, anak-anak berangkat
sekolah, sang Bapak beraksi. Dia mengejar-ngejar pembantunya di dapur. Saat
sang babu dikejar majikannya untuk digagahi, bioskop semarak. Para penonton
perempuan menjerit-jerit, tetapi para penonton pria malah mendukung sang
majikan. Jika nyonya rumah dan anak-anaknya pulang, adegan kembali ke meja
makan. Belum dua puluh menit film berlangsung , sudah mereka lihat adegan lima
kali orang makan.
Esok paginya, muncul kembali membawa keranjang
cucian, inilah puncak ceritanya karena kali ini, dia hadir dengan pakaian
seperti tampak di poster. Inilah momen puncak yang Arai, Ikal, Jimbron tunggu-tunggu,
tetapi tiba-tiba ada tiga bayangan gelap manusia mengahalangi layar dan itu
adalah Pak Mustar dan penjaga sekolah. Ikal kaget, pandangannya
berkunang-kunang, perutnya mual karena ketakutan. Arai pucat seperti mayat.
Jimbron menggigil hebat. Seisi gedung bioskop terhenyak membisu. Seluruh
penonton tak berkutik dibuatnya. Pak Mustar memang disegani siapa saja. Pak
Mustar kesal bukan main dengan Arai, Ikal dan Jimbron.
Pak Mustar dan penjaga sekolah menggelandang
mereka seperti ternak. Tak pantas sekali anak-anak muda Indonesia menonton film
negeri sendiri yang bejat seperti itu. Sebelum meninggalkan mereka, di pintu
bioskop, Pak Mustar melontarkan ancaman neraka dunia akan terjadi pada mereka
Senin pagi nanti di sekolah.
Mereka telah dikhianati penjual jagung. Pak
Mustar mengetahui laporan bahwa ada tiga penyelundup siswa datang ke bioskop
dari penjual jagung yang telah bertahun-tahun berdagang di depan bioskop yang
memberi Arai, Ikal, dan Jimbron sarung untuk menyamar. Dewi Fortuna telah berpihak
ke Pak Mustar yang sedang iseng-iseng mematroli siswanya malam itu. Positifnya
adalah bahkan penjual jagung peduli pada moral mereka sebagai siswa. Kata yang
lebih tepat bukanlah penjual jagung yang mengkhianati mereka, tetapi mereka
yang mengkhianati diri sendiri.
Berita mereka tertangkap dengan cepat menyebar
seantero Magai dalam waktu singkat.
Masalah mereka menjadi kian rumit, mendengar
bahwa Pak Mustar belakangan tahu kelakuan mereka di peti es tempo hari. Tapi,
dia tak mau ribut-ribut. Lantaran dalam kejadian itu, dia telah mereka tipu
mentah-mentah. Harga dirinya telalu tinggi untuk mengakui bahwa dia telah
diperdaya Arai. Dia yang memburu kami justru menyelamatkan mereka.
Senin pagi itu tak ada siswa yang terlambat
apel karena semuanya ingin menyaksikan tiga pesakitan dieksekusi. Menonton
bioskop mengandung risiko seperti menelan buah khuldi, hukumannya diusir. Ikal,
Arai, dan Jimbron dibariskan terpisah. Pak Mustar naik podium dan menegaskan
hukuman yang dikerjakan Ikal dan Jimbron membersihkan WC lama agar mengkilap
dan bisa dipakai lagi sedangkan Arai membersihkan kotoran kelelawar di
langit-langit sekolah.
Ikal, Arai, dan Jimbron serta siswa lainnnya
pun heran, tak mungkin menonton bioskop hukuman yang Ikal, Arai, dan Jimbron
terima hanya itu. Menonton bioskop adalah pelanggaran berat. Hukuman-hukuman
itu terlalu ringan.
Pak Mustar menambahkan kata-katanya lagi bahwa
sebagai pemanasan mengerjakan tugas-tugas itu, sebelumnya berakting menjadi
bintang film seperti film Indonesia murahan itu dahulu. Serentak ratusan siswa
bertepuk tangan.
Hukuman pemanasan berakting itu sebenarnya
adalah inti dari rencana hukuman yang telah dia pikirkan masak-masak sejak
malam Minggu. Hukuman tugas membersihkan toilet dan kotoran kelelelawar itu
hanyalah bonus kecil hukuman!
Di tengah lapangan sekolah, Pak Mustar dan
para penjaga sekolah telah menyiapkan lokasi shooting. Seluruh civitas academia
SMA negeri: hampir seribu siswa, puluhan guru, karyawan tata usaha, satpam,
para penjaga sekolah, petugas kebersihan, dan petugas kantin tumpah ruah
menyaksikan Ikal, Arai dan Jimbron berakting.
Dengan mengunakan megaphone, Pak Mustar
bertindak selaku sutrada. Ikal sebagai pembantu seksi, Jimbron sebagai majikan
dan Arai sebagai anjing pudel. Malu bukan main saat berakting Ikal, Jimbron,
dan Arai dilihat banyak orang mengikuti jalan cerita film itu. Pak Mustar
selalu memotong dan mengulang adegan jika pemain tidak benar melakukannya
selayaknya sutradara. Para penonton tertawa terbahak-bahak, berteriak saat
melihat akting Ikal, Arai, dan Jimbron.
Walaupun Ikal dan Arai termasuk anak-anak yang jahil dan suka bikin
onar, tetapi mereka tetap berprestasi dalam masalah pelajaran. Sewaktu semester
pertama Ikal mendapat peringkat ketiga sedangkan Arai mendapat peringkat
kelima. Begitu bangganya mereka atas apa yang mereka dapatkan. Ayah mereka yang
pendiam pun bangga terhadap prestasi anak-anaknya.
Tak sia-sia ayah mereka datang jauh-jauh kesekolah mereka yang berjarak sekitar
30 kilometer hanya untuk mengambil rapor mereka.
Selain berperstasi di sekolahnya, Ikal dan Arai pun anak yang mandiri.
Karena mereka tak tinggal dengan kedua orang tuanya, mereka mencari pekerjaan
kesana kemari untuk membiayai hidupnya. Semua pekerjaan akan mereka lakukan
asal tidak mengganggu sekolah meraka. Merela rela bersusah payah demi impian
dan cita-cita mereka untuk melanjutkan sekolah setinggi-tingginya. Ada salah
satu guru disekolah mereka yang bernama Pak Balia yang pernah mengatakan bahwa
“Jelajahilah kemegahan Eropa sampai ke Afrika. Temukan berliannya budaya sampai
ke Prancis”. Setelah mendengar kata-kata itulah akhirnya meraka mengikrarkan
satu harapan yang ambisius: kami ingin dan harus sekolah ke Prancis!
Pak Balia sering menyuruh murid-muridnya membuat kata-kata mutiara
saat pelajarannya. Arai pun pernah spontan disuruh membuat kata-kata mutiara,
dan kata-kata mutiara dari Arai adalah “Tak semua yang dapat di hitung, di
perhitungkan, dan tak semua yang di perhitungkan, dapat di hitung! Itulah
kata-kata mutiara dari Arai yang di ambil dari fisikawan nomor satu yaitu
Albert Einstein. Dan tiba waktunya ketika Pak Balia menyuruh Ikal membuat kata-kata mutiara, dengan gemetaran Ikal bingung apa yang
harus di ucapkan karena ia tak punya
kata-kata mutiara. Beberapa menit ia terdiam akhirnya ia pun mendapat kata-kata
mutiara versinya yaitu “Masa muda, masa yang berapi-api” itulah kata-kata
mutiara darinya yang di ambil dari lirik lagu sang idolanya yaitu Haji Rhoma
Irama.
Pada semester kedua, tak di sangka-sangka. Ikal pun tak berperingkat
10 besar lagi. Entah apa yang membuat prestasinya turun hingga Pak Mustar
sekalipun marah padanya. Ikal pun merasa bersalah karena telah mengecewakan
ayahnya. Ia lemas ditikam rasa bersalah. Dan air mata pun mengalir dari
matanya. Ketika esok harinya, pembagian rapor pun tiba. Ia pun merasa menyesal
atas apa yang telah ia lakukan. Tidak lama kemudian ayahnya pun datang.
Mengetahui Ikal tak peringkat 10 besar lagi, ayahnya pun tetap tersenyum manis
pada Ikal. Arai pun marah padanya “Orang seperti kita tak punya apa-apa, kecuali
semangat dan mimpi-mimpi, dan kita akan bertempur habis-habisan demi
mimpi-mimpi itu! Itulah bentakan Arai kepada Ikal. Arai pun sangat merasa
kecewa kepadanya. Tak lama kemudian, Ikal pun berlari dan menyusul ayahnya. Ia
berkata pada ayahnya “Ayah juara satu seluruh dunia”.
Setelah lulus SMA, Ikal dan Arai pun bertekad untuk ke Jakarta. Ia
ingin mencoba mencari-cari pekerjaan di Jakarta. Dengan modal yang mereka
punya, akhirnya mereka pun berangkat ke Jakarta. Sebenarnya mereka sedih
meninggalkan semuanya yang ada di Belitung. Tetapi itu semua mereka lakukan
untuk menggapai impian dan cita-cita mereka.
Sesampainya mereka di Jakarta, Ikal dan Arai pun bingung harus pergi
kemana. Mereka tak mempunyai saudara di Jakarta. Mereka bingung harus mencari
pekerjaan apa di kota yang ramai ini. Sedangkan yang mereka punya hanya sekedar
ijazah SMA mereka. Mereka pun tak mempunyai keahlian-keahlian khusus lainnya.
Kesana kemari mereka berjalan. Dan tak tau mengapa sampailah mereka di Bogor.
Di dekat Universitas ITB. Mereka pun langsung mencari kontrakan untuk tempat
tinggal mereka saat ini. Dan tak lama kemudian dapatlah mereka kos-kosan yang
terletak di belakang Universitas ITB. Esok harinya mereka kesana kemari untuk
mencari pekerjaan. Akhirnya dapatlah mereka pekerjaan sebagai tukang fotocopy.
Suatu hari ada seorang ibu muda ingin memfotocopy. Ternyata ibu muda
itu adalah seorang pegawai kantor pos. Ia memfotocopy pengumuman penerimaan
pegawai baru di Kantor Pos Bogor. Ia pun menawarkan kepada Ikal dan Arai untuk
melamar di tempatnya. Bebrapa hari kemudian, Ikal dan Arai pun mencoba-coba
melamar di kantor pos itu. Sayangnya Arai tak bisa masuk karena sudah gagal di
tes kesehatan. Akhirnya Ikal pun sendiri melanjutkan tes-tes berikutnya.
Setelah tes selesai, Ikal pun di terima untuk , menjadi pegawai di kantor pos
tersebut. Mereka pun berpisah pekerjaannya. Karena Ikal di tempatkan di kantor
pos yang agak jauh dari kosannya.
Setelah cukup lama tak bertemu dengan Arai, Ikal pun pulang untuk
melepas rindu pada Arai. Sesampainya di rumah, Ikal bingung karena tak melihat
Arai. Dia sibuk mencari-cari Arai di dalam rumah. Dan tak lama kemudian, ia
menemukan sepucuk surat yang terletak di atas meja. Ia pun penasaran apa isi
surat tersebut. Dengan cepat ia langsung membuka dan membacanya. Setelah
membaca surat tersebut dia kaget. Karena itu adalah surat dari Arai. Di dalam
surat itu bertuliskan bahwa Arai sudah pindah bekerja di Kalimantan. Sungguh
sangat sedih hati Ikal. Ia pun tak ingin jauh dengan sahabatnya itu. Ikal pun
berharap, suatu saat nanti Tuhan akan mempertemukan sahabatnya itu kepadanya.
Ikal pun seperti biasa, sangat sibuk dengan pekerjaannya. Tetapi
meskipun ia sibuk bekerja, ia tak lupa akan cita-cita awalnya untuk kuliah.
Sambil bekerja, ia mempersiapkan diri untuk tes masuk ke Universitas Indonesia.
Tahun berikutnya, Ikal pun di terima di Universitas tersebut. Ia pun mengatur
jadwal kerjanya dengan jadwal kuliahnya. Ia tidak ingin antara jadwal kerja
dengan jadwal kuliahnya bertabrakan. Walaupun menjadi pegawai kantor pos, ia
yakin bahwa ia dapat membiayai kuliahnya sampai selesai.
Setelah empat tahun kuliah, akhirnya Ikal pun dapat menyelesaikan
kuliahnya. Cita-cita Ikal pun tak pernah padam, dan tak pernah lekang. Meskipun
bersusah payah menyelesaikan kuliah, ibarat berkeringat darah, apa yang telah
ia capai dianggap baru sebagai permulaan dari segalanya. Ijazah kuliah itu
hanya untuk menempatkannya pada jalur yang benar dan ia bisa mengambil satu
ancang-ancang di garis start untuk berlari kencang mengejar satu titik di ujung
sana. Titik yang telah bercokol di ujung jalur itu sejak setahun lalu. Titik
itu adalah sekolah ke Prancis! Satu titik yang telah ia cita-citakan sampai
merasuk ke dalam kalbunya.
Tak lama kemudian, ia membaca pengumuman beasiswa pendidikan strata
dua yang di buka oleh Uni Eropa. Ikal pun mendaftar dan mengikuti berbagai
macam tes. Ia melewati tahap-tahap tes dengan sukses sampai pada tes akhir
penentuan.
Tes terakhir itu dilaksanakan di sebuah gedung di Jakarta. Peserta tes
diwawancarai para ahli sesuai dengan bidang studi yang akan di ambil di Eropa.
Ia menyelesaikan wawancara dengan seorang profesor dalam keadaan kurang percaya
diri. Wawancara tak berjalan dengan baik dan ia merasa penampilannya kurang
meyakinkan. Seorang sekretaris program seleksi beasiswa itu mengatakan
kepadanya agar menunggu saja keputusan akhir tes yang akan di kirim melalui
pos.
Ikal pun meninggalkan ruang wawancara dengan lesu. Ia merasa seperti
telah gagal. Ia melalui sebuah koridor yang panjang. Di kiri kanan koridor itu
terdapat ruang-ruang tempat peserta tes beasiswa lainnya di wawancara. Suara
para peserta yang sedang di wawancara terdengar terlempar sampai keluar. Ketika
melewati pintu Ikal mendengar suara yang sepertinya ia mengenali suara itu. Ia
pun menyimak suara tersebut. Setelah orang di ruangan tersebut keluar, Ikal pun
kaget. Ternyata suara yang ia dengar sejak tadi adalah suara sahabat yang
sangat ia rindu-rindukan yaitu Arai. Ikal pun melemparkan senyum manisnya
kepada sahabatnya itu. Ia pun melepas rindu kepada sahabatnya. Ternyata Arai
pun juga mengikuti tes beasiswa strata dua yang di buka oleh Uni Eropa.
Ternyata Arai selama ini bekerja di sebuah perusahaan pertambangan di Kalimantan. Sambil bekerja, Arai pun kuliah di sebuah Universitas di sana. Setelah berbincang-bincang, akhirnya kami berdua
memutuskan untuk pulang kampung menunggu surat keputusan dari sekretaris
program beasiswa itu. Padanya kami memberikan alamat orang tua kami di
Belitung.
Ikal telah sangat konsisten memelihara daya juangnya untuk mencapai
cita-cita. Ia tak pernah mau di lemahkan oleh siapa pun, dan apapun. Ia telah
melewati masa-masa sulit untuk mendudukkan dirinya pada satu posisi agar bisa
bersaing vis a vis menghadapi siapa pun dalam kompetisi manapun. Ia telah
berusaha, hasilnya adalah nasib yang berada di tangan Tuhan.
Berbulan-bulan Ikal dan Arai berdebar menunggu keputusan penguji
beasiswa. Lima belas orang dari ribuan pelamar adalah peluang yang amat sempit.
Kalaupun mereka lulus, peluang mereka juga hampir mustahil untuk mendapatkan
universitas yang sama diantara ratusan universitas di Uni Eropa. Universitas
itu tersebar mulai dari tepi paling barat Skotlandia sampai ke
pinggir paling timur, yaitu universitas-universitas di negara bagian Rusia.
Setiap hari mereka was-was menunggu surat dari seorang pengantar pos. Beberapa
hari kemudian, surat pun datang ke rumah mereka. Dari sampulnya mereka langsung
tahu bahwa surat-surat itu adalah pemberitahuan hasil ujian beasiswanya.
Ikal dan Arai pun mengambil surat beasiswa tersebut dan langsung
membacanya, jiwa mereka pun seakan terbang. Ikal dan Arai ternyata lulus,
mereka sangat senang karena impian mereka dari kecil telah tercapai sekarang.
Dan yang lebih membuat mereka senang lagi, ternyata di kertas itu tertulis nama
universitas yang menerima Ikal sama dengan nama universitas yang menerima Arai.
Disana jelas tertulis: Universite de Paris, Sorbonne, Prancis.
4. KEKURANGAN
Alur yang terdapat di
novel ini kurang begitu jelas, karena pada setiap Bab memiliki cerita yang
berbeda dengan Bab sebelumnya. Selain itu, bahasa yang digunakan pada novel ini
terlalu baku (formal) sehingga pada saat dibaca mengalami kesulitan untuk
dipahami.
KELEBIHAN
Novel ini bisa memberi motivasi untuk para pelajar agar tidak mudah
berputus asa dalam mengejar impian dan cita-cita untuk bersekolah setinggi-tingginya.
Sekalipun biaya yang menjadi kendalanya tetapi semua itu tidak harus mematahkan semangat mereka untuk
bersekolah setinggi-tingginya. Kejar terus impianmu dan raih terus cita-citamu.
Dimana ada kemauan untuk berusaha disitulah pasti ada jalan untuk menggapainya.
5. PENDAPAT KALIAN LAYAK/TIDAK UNTUK DIBACA
Pendapat dari kelompok kami novel ini sangat layak untuk di baca
karena novel ini mengisahkan tentang anak yang mengejar mimpi dan cita-citanya
karena ingin membahagiakan kedua orang tuanya. Anak itu rela bersusah payah
demi impian dan cita-cita dia untuk melanjutkan sekolahnya ke Prancis. Walaupun
biaya menjadi kendalanya tetapi anak tersebut tetap bekerja keras mencari biaya
untuk menggapai impian dan cita-citanya bersekolah di Prancis. Dengan semangat
dan kemauannya yang tinggi untuk menggapai impian dan cita-citanya, akhirnya
dia pun berhasil mewujudkan impian dan cita-citanya dengan melanjutkan
sekolahnya di Universitas di Prancis. Dia pun bangga, dia sudah bisa
membuktikan kepada dunia bahwa impian dan cita-cita dia selama ini bukan hanya
sekedar impian belaka tetapi impian yang bisa menjadi kenyataan.