Ria Vinola Wiidia Wati
D3 Sekretari (8143136659)
Pengantar Bisnis
Warga
Keluhkan Air Limbah PT Indoguna
JAKARTA
- Warga Jalan Taruna, Pondok Bambu,
Duren Sawit, Jakarta Timur mengeluhkan sistem pembuangan air limbah yang
berasal dari Gudang PT Indoguna Utama.
Perusahaan penyalur daging impor yang menyeret mantan Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaaq ini, mengalirkan limbah berwarna putih kehijauan dengan bau amis menyengat ke saluran air selebar setengah meter yang berada di sepanjang jalan tempat tinggal warga.
"Di waktu tertentu mereka membuang air limbah ke got di sini. Baunya itu menyengat banget, belum lagi got di sini mampet, jadi menggenang air limbahnya, bisa seharian baunya," ujar Murni (40), warga Jalan Taruna No 55 RT 02/ RW 04 Pondok Bambu, Duren Sawit, Jakarta Timur, Selasa (2/7/2013).
Hal yang sama dirasakan Anisa Sunyoto (46). Warga Jalan Taruna No 88, RT 08/04, Pondok Bambu, Duren Sawit, Jakarta Timur itu mengaku terganggu dengan bau yang timbul dari pembuangan limbah PT Indoguna Utama.
Selain itu, ungkap Anisa, PT Indoguna dinilai tidak memiliki sistem drainase yang cukup, sehingga ketika hujan datang, air yang tertampung di lahan seluas sekitar 2 hektar itu meluap dan membeludak ke saluran air warga dan menggenangi akses jalan rumah warga.
"Kalau hujan jadi banjir, debit air yang dialiri perusahaan tersebut besar sekali, banjir bisa sampai setinggi pinggang orang dewasa. Ini kan datarannya lebih rendah, jadi airnya tumpah kesini semua," kata Anisa.
Menurut Anisa, pencemaran limbah dan pembuangan saluran air dari perusahaan tersebut, telah dirasakan warga selama bertahun-tahun. Protes warga mengenai hal tersebut telah disampaikan kepada instansi pemerintah. Namun belum ada tanggapan dari instansi tersebut.
"Dari saya tinggal di sini, warga udah sering mengeluhkan limbah dan banjir, tapi belum ada tanggapan. Dua tahun lalu lebih parah, mereka membakar limbah sampah setiap malam, asapnya kemana-mana, tapi kalau sekarang sudah tidak lagi, soalnya sudah pakai cerobong asap," ungkap warga yang tinggal di daerah tersebut sejak tahun 2004.
Ketua RT 08, Anas Bakri membenarkan keluhan warganya mengenai pembuangan limbah dari PT Indoguna. Ia telah mengupayakan berkomunikasi dengan perusahaan tersebut, namun upaya tersebut tidak membuahkan hasil.
"Warga mulai khawatir, kalau dibiarkan, air limbah itu akan mencemari air tanah warga," ucap pria setengah baya itu. Isnaini – Okezone, Selasa, 2 Juli 2013.
13 Bulan Tidak Digaji, Karyawan Mogok Kerja
RMOL.Lima orang nongkrong di
meja resepsionis kantor PT Djakarta Lloyd di Jalan Senen Raya Nomor 44 Jakarta
Pusat. Dua orang sedang mengadu keahlian memainkan bidak-bidak catur. Tiga
lainnya jadi penonton.
“Aktivitas kami ke kantor ya main
catur, nongkrong dan ngobrol-ngobrol aja. Kondisi ini sudah terjadi setahun
terakhir,” ujar salah seorang karyawan yang sedang bermain catur.
Saat Rakyat Merdeka mengunjungi
kantor BUMN yang bergerak di bidang pelayaran ini tak terlihat kesibukan
kerja. Para karyawan yang mengenakan seragam biru mirip pegawai Kementerian
Perhubungan berkeliaran di sekitar kantor. Ada yang duduk bermalas-malasan.
Ada juga yang tidur-tiduran di masjid di sebelah kantor.
Para karyawan bermalas-malasan
karena tak ada yang bisa dikerjakan. “Pertama, kapal-kapal yang biasa
digunakan sudah rusak sejak enam bulan. Tanpa adanya kapal, perusahan tak
bisa beroperasi. Lumpuh total,” kata karyawan yang main catur tadi. Pria itu
terlihat sudah senior. Usianya tak muda lagi.
“Kedua, upah yang belum dibayar.
Seluruh karyawan yang ada di sini sudah 13 bulan tidak digaji oleh perusahaan.
Jadinya kami seperti mati suri,” tambahnya.
Dulu perusahaan ini memiliki
karyawan hingga 200 orang. Sejak perusahaan ini kesulitan keuangan,
pembayaran gaji karyawan tersendat.
Kemudian terhenti sama sekali.
Karyawan pun menggelar aksi unjuk rasa hingga mogok kerja menuntut hak
mereka.
Lantaran kondisi perusahaan tak
kunjung membaik, aksi mogok kerja karyawan tak membuahkan hasil. Perusahaan
tetap tak bisa membayar gaji karyawan.
“Sekarang hanya tersisa tidak
sampai 150 karyawan saja. Mereka yang keluar karena tidak kuat lagi untuk
bertahan lama-lama. Mereka memilih cari pekerjaan lain,” timpal karyawan yang
jadi lawan main catur.
Sejumlah karyawan bertahan hidup
dengan melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang menjadi tukang ojek. “Itu
biasa di sini sejak beberapa tahun lalu,” jelasnya.
Kantor Djakarta Lloyd berdiri di
seberang Mall Atrium dan Hotel Oasis yang mentereng. Kondisinya berbalik
terbalik dengan kantor Djakarta Lloyd. Gedung kantornya tampak tak terawat.
Dari tempat parkir yang berada di belakang bisa terlihat cat pelapis dinding
gedung telah mengelupas. Di beberapa bagian dinding sudah mulai retak.
Masuk ke dalam kantor terlihat
ruangan tempat para karyawan bermain catur. Dulu ini ruangan operasional dan
ruang kerja karyawan. Ada tiga ruangan di lantai ini. Semua sudah tak pernah
digunakan karena karyawan mogok kerja.
Lantai ruangan ini tampak
kotor. Puntung rokok berserakan. Menatap ke atas terlihat sarang laba-laba di
sudut langit-langit. Tampaknya, ruangan ini sudah lama tidak dibersihkan.
Lift untuk naik lantai juga
sudah lama tak difungsikan. Untuk ke atas, karyawan maupun tamu harus melalui
tangga yang berada persis di belakang meja resepsionis.
Di sebelah kanan gedung tempat
para karyawan berkumpul terdapat sebuah kantor berlantai tiga. Dinding muka
kantor ini ditutupi kaca. Sejumlah mobil parkir persis di depan pintu masuk
kantor. Salah satu yang tampak mencolok adalah Toyota Alphard warna hitam.
Ini masih kantor Djakarta
Lloyd. Di sinilah direksi perusahaan itu berkantor. Masuk ke dalam terlihat
meja resepsionis yang ditunggui pria. Pria berbadan tegap ini mengaku sebagai
petugas penerima tamu sekaligus keamanan.
Menatap sekeliling lobby ini
terlihat kumpulan foto di dinding bagian tengah. Foto-foto itu mengenai
kegiatan para direksi Djakarta Lloyd. Di ruangan ini juga disediakan sofa
lengkap dengan meja kaca untuk tamu.
Ruang direksi berada di
lantai tiga. Berbeda dengan di ruang karyawan, lift di kantor direksi
berfungsi dengan baik. Kondisinya juga terlihat terawat.
Tiba di lantai tiga terlihat
ruang lobby sekaligus tempat tunggu tamu direksi. Lantainya dilapisi karpet
merah. Sofa dan meja disediakan untuk tempat duduk tamu. Dua replika kapal di
dalam akuarium menghiasi ruangan ini.
Menatap ke sudut atas ruangan ini
terlihat sebuah kamera CCTV. Kamera ini terhubungan langsung ke ruang direksi
maupun Humas. Tujuannya untuk memantau setiap tamu yang datang.
Direksi dan Kepala Humas Djakarta
Lloyd tak bersedia menemui Rakyat Merdeka yang berkunjung Selasa
(15/11).
“Kami tidak memiliki kewenangan
untuk menerima wartawan dan menjawab pertanyaan yang diajukan. Itu urusan pimpinan
dan saat ini kebetulan para petinggi sedang tidak ada di kantor,” kata seorang
staf humas. Informasi yang diperoleh, kedua pejabat berwenang ada saat itu.
Djakarta Iloyd dianggap BUMN
“dhuafa” lantaran hidupnya mengandalkan kucuran dana dari pemerintah.
Sebelumnya sempat beredar kabar, perusahaan negara yang terus merugi dan tak memiliki
prospek bisnis bagus bakal dilikuidasi. Djakarta Lloyd yang “mati suri”
disebut-sebut termasuk yang bakal dilikuidasi
Selain likuidasi, ada opsi
lain, yakni akuisisi. Perusahaan negara “dhuafa” dipertahankan. Tapi diambil
alih oleh BUMN yang sehat untuk dijadikan anak perusahaan. Apakah Djakarta
Lloyd akan diambil alih atau justru dimatikan? Kita tunggu saja.
Ruang Kantor Disewakan ke Bank
dan Travel Agent
Selain kantor Direksi, ada dua
ruangan di gedung Djakarta Lloyd yang juga terlihat bagus. Letaknya di bagian
depan. Persis menghadap Jalan Senen Raya. Berseberangan dengan Mall Atrium dan
Hotel Oasis.
Dua ruangan yang terletak di pojok
itu ternyata digunakan pihak yang tidak berkaitan dengan perusahaan jasa
pelayaran ini.
Ruangan itu digunakan bank swasta
dan travel agent dengan sistem sewa. “Itu memang sengaja disewakan
kepada jasa travel dan Bank CIMB Niaga,” kata Heri, seorang karyawan Djakarta
Lloyd. Dua ruangan disewakan sejak tahun 2003.
Namun, ia tak tahu berapa pemasukan
yang diperoleh perusahaan dari menyewakan dua ruangan itu. Kata Heri, banyak
ruangan di kantor Djakarta Lloyd yang sudah tak digunakan lagi karena karyawan
mogok.
“Kebetulan karena posisinya
menghadap jalanan, makanya ruangan tersebut ada yang menyewa. Kalau mau, di
bagian belakang juga ada ruangan-ruangan yang tidak dipakai lagi,” jelasnya.
Apakah uang dari menyewakan ruang
itu bisa untuk menopang hidup perusahaan? “Saya tidak tahu. Itu urusan
pimpinan. Yang saya tahu, karyawan belum digaji kurang lebih setahun, termasuk
saya,” curhatnya.
Unjuk Rasa ke Sana-sini Hasilnya
Nihil
“Pensiunan Manusia Bukan Hewan,
Butuh Makan. Kami Menuntut Hak-Hak Kami.” Tulisan terpampang jelas di dinding
kantor Djakarta Lloyd.
Di bagian dalam gedung bekas
ruang kerja karyawan juga banyak terdapat tulisan bernada protes, tuntutan maupun
cercaan. Tulisan-tulisan tangan itu dibuat dengan spidol warna hitam.
Adalah para karyawan yang melakukan
corat-coret di dinding itu. Ini bagian aksi untuk menuntut hak karyawan yang
dilakukan sejak dua tahun lalu.
“Tulisan-tulisan ini hanya bagian
dari bentuk penolakan kami terhadap direksi,” ujar salah seorang karyawan
saat dikonfirmasi maksud tulisan tersebut.
Salah satu yang diperjuangkan
karyawan adalah pembayaran gaji. Berkali-kali karyawan menggelar unjuk rasa
menuntut hak mereka.
Ratusan karyawan ini pernah
berunjuk rasa di depan Istana Merdeka Jakarta. Mereka menuntut pemerintah
untuk memecat dan meminta pertanggungjawaban direksi.
Para karyawan menuding direksi
melakukan KKN dan banyak melakukan kesalahan dalam mengelola perusahaan.
Pada 22 Mei 2009, direksi mengeluarkan
surat yang isinya “perusahaan dalam keadaan darurat”. Dalam suratnya, direksi
menyebutkan krisis global berdampak kepada perusahaan.
Tapi karyawan menolak argumen ini.
Dampak krisis global terhadap bisnis perusahaan dianggap hanya 20 persen.
Karyawan menuding direksi salah mengelola perusahaan sehingga rugi.
Misalnya dengan menutup cabang di
Singapura. Juga tidak melakukan perawatan kapal. Akibatnya, operasional perusahaan
terganggu. Pemasukan pun seret.
Untuk mengatasi keuangan perusahaan
yang berdarah-darah, direksi meminta bantuan dana sebesar Rp 96 miliar kepada
pemerintah. Dana itu bakal digunakan untuk menebus tiga kapal di Singapura
yang ditahan kreditor dan membayar pesangon 400 karyawan yang di-PHK.
Setelah melakukan unjuk rasa ke
sejumlah instansi terkait, karyawan memutuskan tak melanjutkan aksi itu.
Kenapa?
“Hasilnya nihil dan tidak juga
mengubah nasib kami,” kata karyawan tadi. Kini karyawan melakukan mogok
menunggu sampai gaji mereka dibayar atau menerima pesangon bila diberhentikan.
Usia ke 61 Terus Dirundung
Masalah
PT Djakarta Lloyd (Persero)
didirikan di Tegal pada tanggal 18 Agustus 1950 oleh oleh beberapa pejuang yang
berasal dari TNI Angkatan Laut yang bercita-cita mulia untuk mendirikan
perusahaan pelayaran samudera.
Dalam perjalanannya PT Djakarta
Lloyd yang pada awalnya mengoperasikan dua kapal uap, yaitu SS Jakarta Raya
dan SS Djatinegara terus berkembang hingga saat ini menjadi perusahaan
pelayaran nasional yang melayani jalur pelayaran samudera dan domestik.
Sebagai Badan Usaha Milik Negara
yang sahamnya keseluruhan dimiliki oleh Negara, PT Djakarta Lloyd
(Persero) memiliki komitmen yang kuat untuk terus maju dan berkembang serta
mendukung pemerintah dalam mendorong tumbuhnya perekonomian nasional.
Namun belakangan, permasalahan
terus menghantam BUMN seiring perjalanan kariernya. Tak hanya sekadar gaji
karyawan yang tak dibayar saja, BUMN ini terjerat utang yang membuat
kapal-kapalnya tak bisa berlayar. Akibatnya, perusahaan jasa pelayaran ini
dipailitkan oleh krediturnya, meskipun lolos.
Guna menutupi biaya operasional,
Djakarta Llyod terpaksa menggadaikan tiga kapalnya untuk tujuh tahun kepada
PT PAN Multifinance (Persero). Itu masih ditambah dua armada Djakarta Lloyd ditahan
di Singapura yang tentu saja akibat hutang.
Enam kapal lainnya terkatung di
lautan karena mengalami kerusakan dan tidak ada biaya untuk melakukan perbaikan.
Praktis untuk membiayai ‘rumah tangganya’, Djakarta Lloyd hanya bertumpu pada
lima armada kapalnya yang tersisa. [Harian Rakyat Merdeka], Jum'at, 18 November 2011.