UJIAN AKHIR SEMESTER
SEMESTER 101 (2014/2015)
Dipersembahkan untuk Kewarganegaraan
Disusun Oleh :
Ria
Vinola Widia Wati
No.Reg 8143136659
PROGRAM STUDI D3 SEKRETARI
2013
JURUSAN EKONOMI DAN ADMINISTRASI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2014
IDENTITAS
NASIONAL
PENDAHULUAN
Identitas berasal dari kata identity (Inggris) yang memiliki pengertian harfiah tanda-tanda, ciri-ciri, atau jati diri yang melekat pada individu atau sesuatu yang membedakannya dengan yang lain. Identitas dalam antropologi memiliki pengertian sifat khas yang menerangkan dan sesuai dengan kesadaran diri pribadi sendiri, golongan sendiri, kelompok, komunitas, atau negara sendiri. Berangkat dari pengertian identitas ini, identitas tidak terbatas pada individu semata, tetapi berlaku pada suatu kelompok. Sedangkan kata Nasional merupakan identitas yang dimiliki oleh kelompok-kelompok yang lebih besar (larger group) yang diikat oleh kesamaan, kesamaan, baik fisik seperti budaya (culture), agama (religion), dan bahasa (language) maupun nonfisik seperti keinginan (needs), cita-cita (goals) dan tujuan (purpose). Himpunan kelompok inilah yang kemudian disebut dengan istilah identitas nasional atau identitas bangsa yang diharapkan pada akirnya dapat melahirkan tindakan kelompok yang diwujudkan dalam bentuk pergerakan pergerakan (movement) atau bentuk organisasi yang diberi atribut-atribut nasional.
Identitas Nasional dalam konteks Indonesia merupakan
manifestasi nilai nilai budaya yang tumbuh dan berkembanga dalam berbagai aspek
kehidupan dari ratusan suku yang dihimpun dalam satu kesatuan Indonesia menjadi
kebudayaan nasional dengan acuan Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika sebagai
dasar dan arah pengembangannya. Dengan kata lain, hakikat identitas Nasional
kita sebagai bangsa di dalam hidup dan kehidupan berbangsa dan bernegara adalah
Pancasila yang aktualisasinya tercermin dalam penataan kehidupan kita dalam
arti lusa, contoh dalam aturan UU atau hukum, nilai nila etika dan moral yang
secara normatif diterapkan dalam keseharian, sistem pemerintahan yang
diidamkan, baik dalam tataran nasional serta internasional dan lain
sebagainya.
Nilai nilai budaya tercermin di
dalam Identitas nasional
tersebut bukanlah sesuatu yang telah sempurna dalam kebekuan normatif dan
dogmatis karena adanya hasrat menuju kemajuan yang dipunyai oleh masyarakat
pendukungnya. Konsekuensi dan implikasinya adalah identitas nasional merupakan
suatu yang terbuka untuk ditafsir dengan diberi makna baru (new meaning) sehingga tetap searah dan
relevan serta fungsional dalam kondisi aktual (actual condition) yang berkembang dalam masyarakat.
Muatan-muatan identitas nasional terdiri atas beberapa poin yaitu
pandangan hidup bangsa (viewpoint of the
nation), kepribadian bangsa (national
identity), filsafat pancasila, ideologi negara. Dasar dasar negara, norma
peraturan; rule of law, hak dan
kewajiban warga negara demokrasi dan hak asasi manusia (HAM), etika politik dan
terakhir geopolitik Indonesia dan geostrategi ketahanan nasional.
Berdasarkan
muatan-muatan identitas pada paragraf diatas, terang bahwa pengertian identitas
nasional adalah pandangan hidup bangsa, kepribadian bangsa, filsafat pancasila,
serta sebagai ideologi negara sehingga memiliki kedudukan paling tinggi dalam
tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk dalamnya tatanan hukum yang
digunakan di Indonesia. Dalam pengertian lain identitas nasional sebagai dasar
negara yang merupakan norma peraturan yang harus dijunjung tinggi oleh seluruh
warga negara tanpa mengesampingkan rule
of law, yang mengatur tentang hak dan kewajiban warga negara, demokrasi
serta hak asasi manusia (HAM) yang berkembang semakin dinamis di Indonesia. Hal
inilah yan menjadi etika politik yang kemudian dikembangkan menjadi konsep
geopolitik dan geostrategi ketahanan nasional di Indonesia.
ATURAN HUKUM
Jati diri bangsa Indonesia tidak
saja menyangkut persamaan simbolis lahiriah (misalnya, cara berpakaian), tetapi
yang lebih esensial adalah keterkaitan dan komitmen terhadap nilai–nilai
kultural yang sama. Jati diri bangsa Indonesia terkait kesadaran kolektif yang
terbentuk melalui suatu proses sejarah yang panjang melalui kearifan para
pembentuk Negara. Manifestasi jati diri bangsa Indonesia direfleksikan dalam
budaya sipil, yang mencapai titik kulminasinya disaat diikrarkannya Sumpah
Pemuda dan Proklamasi Kemerdekaan.
Pembentukan jati diri bangsa
Indonesia yang multikultural, tidak melalui hubungan yang dominan atau paksaan
antara mayoritas dan minoritas, tetapi melalui proses yang saling menguntungkan
(simbiose-mutualistis)
Nasionalisme dapat diartikan sebagai
paham untuk mencintai bangsa dan Negara sendiri. Nasionalisme adalah suatu
pernyataan pendapat dan kesadaran (state
of mind and an act of consciouniness) jadi sejarah pergerakan nasional
harus dianggap sebagai suatu sejarah pertumbuhan pendapat (history of idea). Pernyataan ini secara sosiologis, ide, pikiran,
motif, kesadaran harus selalu dihubungkan dengan lingkungan yang konkret dari
situasi sosiohistoris. Awal terbentuknya nasionalisme lebih bersifat subjektif
karena lebih merupakan reaksi kelompok (group
consciousness corporate will), dan berbagai fakta mental lainnya. Ciri khas
nasionalisme Indonesia menurut Lemhannas
·
Bhinneka
Tunggal Ika, tidak bersifat uniform, monolit dan totaliter, melainkan mengakui
keanekaan budaya, bahasa, adat dan tradisi local se-Nusantara
·
Universalistik
karena pengakuaannya terhadap harkat kemanusiaan yang universal
·
Terbuka
secara kultural dan religious, karena ternyata bangsa Indonesia tidak menutup
diri dan merupakan pertemuan dari beraneka ragam budaya dan agama
·
Percaya
diri, dengan menjalin komunikasi dengan tetangga dan dunia
Unsur pembentuk Identitas Nasional
Indonesia terdiri dari :
·
Suku
bangsa, bangsa Indonesia terdiri atas ratusan suku bangsa, yang mempunyai adat
istiadat, bahasa, budaya daerah yang berbeda-beda dan mendiami ribuan pulau di
wilayah Nusantara. Wilayah Nusantara, wilayah nasional Indonesia yang terdiri
dari beribu – ribu pulau besar dan kecil yang tersebar dan terbentang di
khatulistiwa serta terletak pada posisi silang yang sangat strategis, memiliki
karakteristik khas yang berbeda dari Negara lain. Kekhasan tersebut antara lain
terletak pada, Luas wilayah ± 5 juta km2 diman 65% wilayahnya terdiri
dari laut/perairan, sedang sisanya berupa darat yang terdiri dari 17.508 pulau
besar dan kecil; kondisi dan konstelasi geografi Indonesia mengandung beraneka
ragam kekayaan alam baik yang berada didalam maupun diatas permukaan
bumi.Agama, di Indonesia terdapat sejumlah agama aliran kepercayaan yang dianut
oleh masyarakat secara eksklusif serta melaksanakan tata ibadah menurut
kepercayaan itu
·
Bahasa,
di Indonesia terdapat beragam bahasa daerah yang mewakili banyaknya suku
bangsa, maka diperlukan penyatuan bahasa sebagai alat untuk memudahkan komunikasi
antar suku
·
Budaya.
Kebudayaan Indonesia adalah penjelmaan kebersamaan sebagai bangsa yang menghuni
nusantara yang merupakan manifestasi ke-kitaan kebangsaan Indonesia. Kita
sebagai pengemban kebudayaan dan kebangsaan Indonesia, tidak bisa mengingkari
kenyataan hidupnya yang pluralis dalam sistem kepercayaan, bahasa, kesenian,
kesejarahan dan pengetahuan
·
Ideologi
Pancasila. Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia dimuat dalam pembukaan
UUD 1945 sebagai sistem idea secara normatif memberikan persepsi, landasan
serta pedoman tingkah laku bagi suatu masyarakat/bangsa dalam kehidupannya
untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan bangsa dan Negara. Ideologi Pancasila
patut dijadikan pandangan hidup dari bangsa Indonesia (way of life), dasar filsafat NKRI (philosophy of state), dan norma dasar dalam menjalankan segala
aktivitas kehidupan baik sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam
tatanan berbangsa dan bernegara
Identitas
nasional Indonesia tercantum dalam konstitusi Indonesia yaitu Undang-Undang
Dasar 1945 dalam pasal 35-36C. Identitas nasional yang menunjukkan jati diri
Indonesia diantaranya adalah sebagai berikut:
·
Pasal 35
Bendera Negara
Indonesia ialah Sang Merah Putih.
·
Pasal 36
Bahasa Negara
ialah Bahasa Indonesia.
·
Pasal 36A
Lambang negara
ialah Garuda Pancasila
dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. **)
·
Pasal 36B
Lagu Kebangsaan
ialah Indonesia Raya. **)
·
Pasal 36C
Ketentuan lebih
lanjut mengenai Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan
diatur dengan undang-undang. **)
Semua unsur identitas nasional,
yaitu suku bangsa, wilayah nusantara, agama, bahasa dan budaya yang serba
majemuk dirangkum menjadi satu dan dijadikan motivasi perekat bangsa (sesanti)
dan identitas nasional, yaitu Bhineka Tunggal Ika. Hal ini merupakan modal
dasar pembangunan nasional dan enjadi ciri khas bangsa Indonesia diantar
bangsa lainnya didunia.
Untuk mewujudkan identitas nasional,
diperlukan integrasi nasional yang kokoh. Integrasi sering disamakan dengan
pembauran, padahal kedua istilah tersebut memiliki perbedaan. Itegrasi ialah
integrasi kebudayaan, integrasi sosial yang berwujud pluralisme, sedangkan
pembauran ialah asimilasi dan amalgimasi. Integrasi kebudayaan berarti
penyesuaian antar dua atau lebih kebudayaan. Interaksi sosial ialah
penanggulangan masalah konflik melalui modifikasi dan koordinasi dari unsur–
unsur kebudayaan baru dan lama yang merupakan penyatupaduan kelompok masyarakat
yang asalnya berbeda, menjadi suatu kelompok besar dengan cara melenyapkan
perbedaan dan jati diri masing-masing.
Integrasi nasional adalah penyatuan
bagian-bagian yang berbeda dari suatu masyarakat menjadi suatu keseluruhan yang
lebih utuh atau memadukan masyarakat-masyarakat kecil yang banyak jumlahnya
menjadi suatu bangsa. Selain itu dapat pula diartikan bahwa integrasi bangsa
merupakan kemampuan pemerintah yang semakin meningkat untuk menerapkan
kekuasaan diseluruh wilayah.
Dengan demikian upaya integrasi
nasional yang mantap perlu terus dilakukan agar terwujud integrasi bangsa
Indonesia yang diinginkan. Upaya pembangunan dan pembinaan integrasi nasional
ini perlu, karena pada hakekatnya integrasi nasional tidak lain menunjukkan
tingkat kuatnya kesatuan dan persatuan bangsa yang diinginkan. Pada akhirnya
persatuan dan kesatuan bangsa inilah yang dapat lebih menjamin
terwujudnya Negara yang makmur aman dan tentram.
Ancaman utama setiap bangsa adalah
disintegrasi yang tidak saja terjadi pada bidang sosial, yaitu ideologi,
politik, ekonomi, social budaya, pertahan keamanan semata; tetapi juga merembet
kearah perpecahan fisik atau wilayah. Jadi salah satu upaya mencegah
terpecahnya wilayah setiap bangsa hendaknya memiliki wawasan yang sama atas
wilayah yang diklaim miliknya dan harus dipertahankan hinga akhir hayat.
FAKTA
Kasus
Musik Pop Korea yang biasa
disebut K-Pop (Korea Pop) kini telah menjalar di penjuru dunia tak terkecuali
Indonesia. Bagi negara Korea, tentu ini menjadi keuntungan yang sangat besar,
selain dari yang dihasilkan oleh ekspor budaya itu sendiri, produk-produk yang
berkaitan dengan budaya Korea itu menjadi laku keras di pasaran.
Lalu bagaimana efeknya
terhadap negara yang mengimpor budaya K-Pop itu? Di Indonesia sendiri budaya
K-Pop kian populer dan makin digandrungi, terutama oleh kalangan muda. Padahal,
ragam budaya Indonesia sangat banyak namun justru terkesan ditinggalkan oleh
pemiliknya.
Menurut Eka Wenats Wuryanta
dari Universitas Paramadina dalam sebuah diskusi di bilangan Jakarta Selatan,
tumbuhnya budaya populer itu karena didukung oleh media massa. “K-Pop sendiri
didukung oleh kebijakan pemerintah Korea ke luar, sebagai bagian dari promosi
produk ekonomi kreatif yang mendorong perekonomian Korea,” ungkap Eka. “Kalau
saja kurang terekspos maka hanya akan jadi budaya pinggiran, sama seperti
Dangdut Pantura yang hanya akan populer di sekitar Indramayu saja,” tambahnya. Selain
itu, budaya tradisional hingga saat ini belum didukung media. “Padahal macamnya
sangat banyak, ada Lenong, Ludruk, Wayang, Keroncong dan lainnya,” tambah Eka.
Kebudayaan Indonesia,
menurut Eka, saat ini telah digusur habis-habisan oleh budaya-budaya lain yang
lebih didukung oleh teknologi komunikasi. “Kalau Indonesia tidak memiliki
strategi kebudayaan yang matang, budaya-budaya di Indonesia perlahan akan habis
digerus budaya Asing,” imbuhnya. Tergerusnya budaya Indonesia tak lepas dari
sikap Indonesia sendiri yang tidak kritis dalam menyikapi segala hal yang masuk
dari luar, dan tak dapat memilah-milah mana yang terbaik bagi bangsa dan mana
yang justru akan menjadi ancaman.
Budaya K-Pop menurut Eka
tak lebih dari sekedar menginspirasi masyarakat menjadi cengeng. “Menginspirasi
sinetron, drama, yang membawa kepada kecengengan cinta, kekerasan verbal dan
sebagainya,” pungkas Eka.
Tentu saja dalam soal kualitas, K-Pop itu
tidak sebanding dengan budaya-budaya asli Indonesia yang menyimpan banyak
hikmah, sekaligus mengandung pelajaran luhur di dalamnya.
Analisis
Kebudayaan adalah hasil karya pemikiran manusia
yang dilakukan dengan sadar dalam kehidupan kelompok. Unsur-unsur potensi
budaya yang ada pada manusia antara lain pikiran (cipta), rasa, dan kehendak
(karsa). Untuk menjadi manusia sempurna, ketiga unsur kebudayaan tersebut tidak
dapat dipisahkan. Dalam hubungan ini Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa
“Kebudayaan adalah buah budi manusia dalam hidup bermasyarakat”.
Indonesia adalah bangsa yang besar, bangsa yang memiliki ragam kebudayaan yang
cukup variatif dibandingkan dengan bangsa lainnya. Namun, seiring dengan
berjalannya waktu dan juga dengan pesatnya perkembangan kebudayaan asing yang
masuk ke Indonesia, membuat manusia Indonesia terlena dengan kedatangan
kebudayaan asing yang menurut pandangan mereka adalah sebuah kebudayaan yang
berkelas dan patut untuk mengikuti setiap trend yang ada. Globalisasi merupakan
salah satu faktor terkuat mengapa kebudayaan asing bisa dengan mudah masuk ke
Indonesia dan diterima oleh masyarakat Indonesia, dapat kita lihat contoh nyata
dari masuknya kebudayaan barat ke Indonesia yang memunculkan banyak tren-tren
baru seperti; tren berpakaian, musik, lifestyle dan lainnya.
Tidak hanya kebudayaan dari barat yang dapat masuk dengan mudahnya ke
Indonesia, kebudayaan dari Asia pun tak kalah untuk ikut mewabah di negeri kita
ini, seperti kebudayan dari Jepang, Cina dan juga tentunya kebudayaan dari
Korea. Belakangan ini, kebudayaan Korea diperkenalkan ke seluruh dunia, bahkan
patut diperhitungkan untuk dapat menjadi pesaing kuat bagi Hollywood dan
Bollywood pada abad ke-21. Dalam praktiknya pun warga dunia dapat menerima
kebudayaan pop Korea ini, bahkan mereka bisa mencapai tahap mencintai dan
mengetahui lebih jauh mengenai apa, siapa, dan bagaimana masyarakat dan negara
Korea itu sendiri.
Berbicara tentang budaya tentunya tak jauh terhadap generasi penerus bangsa
yang ada di dalamnya yakni generasi muda Indonesia. Fenomena Korean Wave
(Hallyu) di Indonesia bukan-lah hal yang sederhana yang hanya menjadi buah
bibir semata. Kebudayaan Korea yang masuk ke Indonesia di abad ke-21 ini telah
membawa beragam dampak yang cukup signifikan terhadap kebiasaan generasi muda
kita. Korea mengemas kebudayaan mereka ke dalam teknik pemasaran Asian Values-Hollywood Style. Artinya, mereka mengemas
nilai-nilai Asia yang dipasarkan dengan gaya modern. Hal inilah yang membuat
tidak sedikit generasi muda Indonesia dapat menerima kebudayaan Korea tersebut,
sebagai buktinya adalah mereka dapat menerima produk drama, musik, film,
fashion, bahkan hingga produk industri-industri yang mulai mereka ikuti
tren-nya.
Permasalahan yang ada sekarang adalah, apakah generasi muda yang menyukai
budaya Korea itu juga memiliki rasa suka atau bahkan cinta terhadap budaya
bangsanya sendiri, yakni budaya bangsa Indonesia sebesar rasa cinta yang mereka
miliki terhadap budaya Korea? Dan apakah Korean Wave dapat dikatakan sebagai
salah satu pemicu bagi generasi muda sehingga menjadi apatis terhadap budaya
bangsanya sendiri?
Di Indonesia, dominasi kebudayaan Korea masuk melalui peran internet, walaupun
memang peran media pun tidak bisa lepas dalam proses mewabahnya kebudayaan
Korea di negeri kita. Seperti misalnya peran televisi, radio, dan majalah yang
juga menyajikan berbagai topik mengenai kebudayaan Korea yang terkesan trendy
dan dapat diikuti oleh generasi muda kita. Berawal dari banyaknya drama Korea
yang di tampilkan oleh beberapa channel televisi Indonesia. Namun, hal ini
masih kalah signifikan oleh peran internet dalam penyebaran kebudayaan Korea
secara bebas, terbuka dan dapat mencakup ranah usia dari dewasa bahkan sampai
ke anak-anak.
Dampak yang paling terlihat dari drama Korea ini terhadap generasi muda
Indonesia salah satunya adalah pada fashion mereka, terhadap tata cara
berpakaian mereka sehari-hari yang secara tidak sadar telah mereka aplikasikan
dengan berkiblat kepada aktor atau aktris Korea idola mereka. Mereka lebih
memilih untuk menggunakan syal di leher mereka ketimbang memakai baju batik
asli Indonesia dalam keseharian-nya. Pernahkah terpikirkan oleh mereka bahwa
iklim Indonesia dan Korea sangat berbeda, dan tentunya cara berpakaian di Korea
pun terkesan kurang “pas” untuk digunakan di Indonesia yang beriklim tropis.
Dampak
yang lainnya masih mengenai drama Korea adalah alih bahasa, “Kami berbahasa
satu, Bahasa Indonesia” pada dasarnya fenomena ini memiliki kesamaan dengan
dijadikannya bahasa Inggris sebagai bahasa internasional di dunia. Namun di
sini yang akan saya paparkan adalah pada sisi ketertarikan pemuda Indonesia
penyuka kebudayaan Korea yang lebih tertarik untuk mempelajari bahasa Korea dan
menggunakan bahasa Korea ketimbang menggunakan bahasa Indonesia apalagi untuk
mempelajari bahasa Indonesia lebih dalam. Sangat berlawanan dengan identitas
nasional menurut Undang-Undang Dasar 1945 pasal 36 yaitu “Bahasa Negara yaitu
Bahasa Indonesia”. Secara tidak langsung ini akan mengikis kemampuan banyak
pemuda Indonesia yang sudah terlanjur gemar terhadap kebudayaan Korea
dibandingkan untuk memelajari bahasa daerah yang banyak ragamnya di Indonesia
ini.
Tidak hanya drama Korea saja yang mendapatkan perhatian khusus yang tidak
sedikit dari generasi muda Indonesia, fenomena girlband dan boyband dari Korea
juga menjadi hal baru yang menarik perhatian generasi muda kita. Seperti yang
kita ketahui pada umumnya bahwa girlband/boyband dari Korea ini sangat khas
dengan koreografi yang total, kompak dan sangat energik dengan musik yang
mengiringinya. Ditambah lagi dengan aktor dan aktris yang multi-talenta baik
dalam bidang tarik suara maupun dalam bidang menari.
Dari hal
tersebut di atas, sangat jelas bahwa sifat pemuda Indonesia yang masih terbilang labil akan dengan cepat
mengimitasi tarian (koreografi) dari setiap girlband/boyband Korea dengan
sangat sempurna. Sebagai contoh yaitu gerakan Gangnam Style yang berhasil
ditiru oleh hampir kebanyakan anak kecil di Indonesia.
Sebuah
video musik seorang penyanyi Korea bernama PSY itu berhasil memecahkan rekor
dunia sebagai video YouTube dengan pemutaran dan like terbanyak,
mengalahkan Justin Bieber, LMFAO, dan artis-artis Amerika lainnya. Meningkatnya
popularitas Hallyu dibuktikan oleh sebuah survey yang dilakukan oleh Korean
Tourism Organization dimana Hallyu tidak hanya merangkul fans dari Asia
saja melainkan dari Barat: 9.253 dari Asia, 2.158 dari Eropa, 502 dari Amerika,
112 dari Afrika dan 60 dari Oceania. Hallyu pun menyokong $1.87 milyar atau
2.14 triliun won pada sektor eksport dan pariwisata pada tahun 2004 dan
menyumbang $918 milyar pada kategori penjualan merchandise.
Lalu contoh
lainnya yaitu koreografi Super Junior yang digandrungi oleh kebanyakan generasi
muda yang menyukai tren modern dance dari Korea. Hal ini menyingkirkan jenis
tarian tradisional Indonesia yang kalah pamor dengan pesona modern dance dari
Korea ini. Generasi muda Indonesia yang menjadi pengagum setia Korean Modern
Dance akan lebih tertarik dan lebih handal dalam mempraktikan semua gerakan
atau detail dalam koreografi Korean Modern Dance dari pada memelajari tari
tradisional semacam Jaipong atau Yapong misalnya.
Penerimaan kebudayaan korea di Indonesia ini, membentuk suatu kelompok budaya
yang baru yaitu kelompok penggemar, melalui kelompok penggemar ini penyebaran
budaya pop Korea semakin mewabah di Indonesia, kelompok penggemar menumbuhkan
fanatisme pada setiap penggemar yang sudah tergabung dalam kelompok tersebut.
Fanatisme inilah yang menjadi cikal bakal besarnya ketertarikan generasi muda
penerus bangsa terutama remaja putri untuk lebih mengetahui seluk beluk
kebudayaan Korea secara lebih detail.
Kebudayaan
Korea dapat dikatakan telah mendapatkan tempat di hati generasi muda Indonesia,
Korean Wave pun dapat dinikmati gelombangnya oleh kebanyakan generasi muda
Indonesia penyuka Korea. Fenomena ini pun sangat mungkin untuk dijadikan
sebagai pemicu bagi generasi muda mulai untuk meninggalkan budaya aslinya yakni
budaya bangsa Indonesia, Mengapa? Berdasarkan hasil wawancara yang penulis
lakukan, 8 dari 10 generasi muda yang menyukai kebudayaan Korea menyatakan
bahwa mereka lebih tertarik untuk mengetahui kebudayaan Korea jauh lebih dalam
serta mengikuti tren Korea secara dinamis ketimbang mempelajari kebudayaan Indonesia.
Hal tersebut di atas sangat mungkin terjadi karena beberapa faktor, di antaranya,
kurangnya peran pemerintah dalam melakukan kegiatan promosi kebudayaan bangsa
kita terutama terhadap generasi penerus bangsa. Kurang ditanamkannya sifat nasionalisme,
rasa mencintai dan memiliki terhadap bangsa sendiri sejak dini, yang berdampak
kepada penerimaan segala macam bentuk kebudayaan asing yang tidak diimbangi
oleh rasa cinta terhadap budaya bangsa. Dan, timbulnya rasa “gengsi” apabila
tidak mengikuti tren budaya yang ada pada masa itu.
Pengikisan kecintaan atau peminatan generasi muda terhadap budaya bangsa
sebenarnya bukan sepenuhnya disebabkan oleh Korean Wave itu sendiri, yang saya
lihat disini adalah Korean Wave hanya menjadi pemicu semakin terkikisnya rasa
cinta generasi muda terhadap budaya bangsa. Sedangkan, penyebab utama adalah
tidak adanya filterisasi kebudayaan asing yang masuk ke Indonesia baik oleh
pemerintah Indonesia ataupun oleh generasi muda penerus bangsa. Karena tidak
adanya filterisasi kebudayaan asing tersebut sehingga membuat generasi muda
terlena untuk menerima semua jenis kebudayaan asing tanpa mempertimbangkan
kehadiran kebudayaan bangsa Indonesia terutama pada kebudayaan daerahnya.
Alangkah lebih baik apabila masuknya kebudayaan asing ke Indonesia dibarengi
oleh penguatan kebudayaan Indonesia agar terus mengakar di hati generasi muda
penerus bangsa. Sebagai contoh, ketika penerimaan kebudayaan Korea semacam
fenomena girlband/boyband tetap bisa diselipkan kebudayaan asli Indonesia dalam
kostum panggung dan juga dalam koreografinya, dengan memasukkan batik asli
Indonesia di aplikasi kostumnya dan gerakan beberapa tarian daerah dalam
koreografinya, atau bisa juga memasukkan nada atau lagu khas daerah dan
kebangsaan Indonesia, agar setidaknya sesuai dengan Undang-Undang Dasar pasal
36B yaitu “Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya”. Perlu adanya partisipasi
kesadaran dari berbagai pihak, baik dari bihak penyaji (entertainer) dari
Indonesia, komunitas penggemar kebudayaan (tren) Korea, dan juga tentunya
penggemarnya itu sendiri.
Fenomena
globalisasi dengan segala aspeknya tidak henti-hentinya dikaji para ahli, karena
globalisasi merupakan suatu realita sosial yang sangat berpengaruh pada
kehidupan seluruh masyarakat dunia. Beberapa ahli menganggap globalisasi
sebagai proses mendunianya budaya Barat, khususnya Amerika karena kuatnya
pengaruh atau peranan budaya barat dalam globalisasi sehingga mereduksi arti
dari globalisasi hanya sebagai westernisasi. Para ahli pun banyak yang
beranggapan bahwa proses globalisasi membawa “sinkronisasi budaya” di seluruh
dunia. “Globalization introduces a single world culture centred on
consumerism, mass media, Americana, and the English language” (Scholte,
2000). Pada akhirnya, menurut mereka, hanya akan ada satu budaya di dunia yaitu
budaya Barat.
Namun pengertian
globalisasi tersebut patut dipertanyakan setelah Korea Selatan dengan berbagai
aspek budayanya muncul dengan gemilang di kancah global. Industri musik,
kosmetik, teknologi, dan turisme Korea yang disebut Hallyu ini merebak
dimana-mana. Sama seperti saat mengglobalnya Hollywood, fenomena
Hallyu pun berpengaruh terhadap Indonesia. Banyak yang beranggapan bahwa Hallyu
dapat melemahkan nasionalisme dan identitas bangsa. Kekhawatiran ini wajar ada
karena pada dasarnya, bangsa (nation) mendefinisikan dirinya melalui
penekanan pada atribut kultural yang membedakan dirinya dengan orang atau
bangsa lain. Atribut tersebut berhubungan dengan bahasa, adat istiadat,
sensibilitas, bentuk-bentuk seni, agama, ras dan sebagainya (Scholte, 2000).
Sedangkan fenomena yang dilihat sehari-hari adalah bahasa Indonesia masih
kurang dihargai oleh bangsa Indonesia. Bahasa yang digunakan sehari-hari
didominasi oleh bahasa daerah dan juga bahasa slank. Belakangan, malah
banyak juga yang sesekali menggunakan bahasa Korea untuk berkomunikasi dengan
sesamanya. Karena itu, apakah merebaknya arus Hallyu ini perlu ditindaklanjuti
lebih serius? Saya rasa iya, tapi bukan dengan mem-black list Hallyu.
Jan Nederveen Pieterse
(2004) dalam Ritzer (2012) berpendapat bahwa masing-masing budaya memiliki
perbedaan-perbedaan kekal yang sebagian besar tidak terpengaruh oleh adanya
globalisasi. Bukan berarti globalisasi tidak berpengaruh sama sekali terhadap
budaya suatu negara, namun globalisasi terjadi hanya di permukaannya saja. Inti
budaya atau struktur budaya sebagian besar tidak terpengaruh.
Namun fenomena Hallyu tetap
perlu direfleksikan sebagai suatu fenomena yang menunjukkan bahwa tidak hanya
dunia Barat yang bisa mendunia, tapi juga kebudayaan Timur: termasuk Indonesia.
Justru dengan adanya Hallyu ini, pemerintah harus semakin optimis untuk juga
mampu mengembangkan kekayaan modal budaya yang dimiliki oleh Indonesia. Bukan
dengan cara mengikuti arus budaya yang sedang tenar (seperti ikut membuat boyband
ala Korea versi Indonesia). Namun dengan cara mendalami identitas bangsa
sendiri yang dapat dikemas dengan kreatif untuk dipertontonkan ke kancah
global. Ketika pemerintah mampu menonjolkan identitas Indonesia yang
membanggakan dan diapresiasi dunia, maka dengan sendirinya masyarakat Indonesia
akan memiliki kepercayaan diri untuk merangkul atribut-atribut kultural bangsa
sendiri dan kita tidak perlu mengkhawatirkan soal nasionalisme. Indonesia
memiliki batik, wayang, sejarah, musik, cerita tradisional, dan kekayaan budaya
lainnya yang masing-masing berbeda di setiap ragamnya suku yang ada di
Indonesia. Betapa kayanya modal budaya kita! Hal ini menjadi semakin penting ketika
mengingat sebentar lagi kita akan memasuki MEA (Masyarakat Ekonomi Asean).
Pemerintah harus mampu menjadikannya sebagai suatu kesempatan, bukan ancaman.
KESIMPULAN
Hal yang terpenting atas
fenomena berkaitan dengan identitas nasional adalah bagaimana pentingnya peran
generasi muda penerus bangsa untuk dapat bersikap dalam melakukan pemilihan
terhadap segala kebudayaan asing yang telah masuk ke Indonesia, dengan tetap
mengutamakan eksistensi kebudayaan Indonesia terutama kebudayaan daerah
(tradisional) agar tetap mengakar jelas di hati masing-masing pemuda sebagai
bagian dari identitas bangsa Indonesia. Peran pemerintah pun tak kalah
pentingnya di sini, untuk gencar melakukan promosi atas kebudayaan daerah aset
bangsa kepada generasi muda Indonesia agar tidak berujung kepada apatisme
budaya bangsa, karena seperti kata pepatah, “tak kenal maka tak sayang” maka
sangat diperlukan pengenalan akan
budaya sebagai pondasi awal kecintaan terhadap bangsa Indonesia. Patutnya kita
semua bangga
lahir, besar dan hidup di Indonesia, serta ikut andil membangun Indonesia
karena Indonesia adalah negara paling indah di dunia.
DAFTAR PUSTAKA
Apapengertianahli. Pengertian
Identitas Nasional dan Penjelsannya.
http://www.apapengertianahli.com/2014/12/pengertian-identitas-nasional-dan.html
Opaa Jappy. 14 Oktober 2013. Ciri-ciri Identitas Nasional dan Integrasi
Nasional. http://edukasi.kompasiana.com/2013/10/14/ciri-ciri-identitas-dan-integrasi-nasional-598705.html
Malik & Yudhi. 31 Agustus 2014. Masa Deoan Budaya Indonesia di Tengah Bombardir Budaya Asing. http://ahlulbaitindonesia.org/berita/4920/masa-depan-budaya-indonesia-di-tengah-bombardir-budaya-asing/
0 comments:
Post a Comment