Menjemput Hidayat Allah di Bawah Cahaya Mentari dan Rembulan

Menjemput Hidayat Allah

di Bawah Cahaya Mentari dan Rembulan

 

            Aku terlahir dari keluarga orangtua muslim yang cukup taat beragama menjunjung tinggi agama Islam. Kedua orangtuaku cukup terpandang, aku tumbuh awalnya dalam suasana indah dan bahagia. Singkat cerita pada usia ku 6 tahun mamiku meninggalkan ku selama – lamanya (meninggal dunia). Mulai awal ku tumbuh tanpa kasih seorang ibu, yang merasa sangat dibutuhkan oleh seorang anak mulai berkembang menampaki kehidupan sampai menjelang dewasa.

            Tinggalah seorang ayah (papi) merangkap figur sebaga ibu juga. Mengingat papiku saat mami meninggal dunia, baru awal karier di Jakarta yang cukup menyita waktu, dan tugas ibu tergantikan oleh sosok nenek (oma) dan dibantu oleh pembantu rumah tangga. Akhirnya waktu papi yang sudah sedikit makin terkikis oleh kesibukan – kesibukan duniawi. Akhirnya aku dan kakak – kakak hidup tanpa figur ibu dan ayah. Menginjak aku mulai gadis remaja (SMP) oma mulai sakit – sakit mengingat usia sudah tua. Dan oma kembali ke kampung halaman menghabiskan sisa – sisa waktu hidup di dunia.

            Mulai perjalanan masa remajaku kurang menyenangkan dan mulai awal petaka kehidupan lebih banyak derai air mata dan sempat mengalami galau / labil. Aku lebih dimanjakan oleh papi dengan kehidupan duniawi lebih besar, mungkin menembus kesedihan papi berkumpul bersama keluarga atau anak – anaknya hampir tidak ada. Aku bersyukur sempat mengenyam pendidikan khusus gama sampai lulus dan juara 1 dan kesayangan guru – guru terutama Kepala Sekolah. Ketika kelas 3 SD, aku pulag sekolah istirahat sebentar, siangnya jam 2 aku bersekolah ngaji (Muhammadiyah) sampai dengan pukul 5 sore dari hari Senin – Sabtu selama tiga tahun. Makanya aku umur 9 tahun sudah bisa baca Qur’an dengan lancar dan berikut tajwidnya.

            Singkat cerita mulailah aku lulus SD (6 tahun) dan Sekolah Madrasah (3 tahun), memasuki kehidupan sebagai gadis remaja yang introvert dan kuper. Karena papiku mendidik sangat otoriter dan posesif mungkin beliau takut banget anak gadis rusak masa depan akibat pergaulan. Jadi, papi selalu mendelegasikan tugas pengasuhan ke pembantu (satu orang anak satu anak pembantu) dan 1 orang supir khusus anak – anak.

            Dan saat aku memasuki SMP mulai kehidupan ku serasa neraka, tidak ada kebahagiaan lagi terasa. Teman – teman hanya sedikit sekali dan itupun ditentukan papi. Jujur saat itu aku hanya boleh berteman denan orang – orang yang kehidupan sama dengan kondisi kehidupan keluargaku (papi). Jadi selalu diwanti setiap bertemu papi baik tatap muka atau dengan telepon dan kami anak – anaknya melangkah keluar rumah selalu “ingat martaabat, harga diri dan kamu anak siapa”. Jadi jika kamu ketauan berteman ga selevel dengan kedudukan / jabatan papi akan disidang, dimarahi dan ultimatum. Jadi siapapun teman anak – anaknya papi harus tau anak siapa, rumahnya di mana dan pekerjaan orang tuanya apa. Inilah juga mulai masuk dalam kehidupan papi, seorang wanita untuk menggantikan posisi mami. Pada awalnya aku senang dan bahagia bakal punya seorang ibu. Tapi semuanya sirna dan menghancurkan mimpiku bisa seperti teman – temanku, bisa merasakan belaian dan kasih sayang seorang ibu, yang kadang aku iri melihat kebahagiaan teman – teman yang ih enak banget ya masih ada ayah bundanya. Ternyata papiku menikah tanpa meminta restu anak – anaknya. Memang aku tau kalo sampai papi minta restupun kami anak – anaknya ridak akan setuju, karena kami anak – anak papi mendambakan seorang ibu selain sebagai pendamping (istri) papi, juga menjadi ibu sambung yang benar – benar tulus merawat dan membesarkan kami dengan tulus bukan karena materi. Ternyata papi salah memilih istri sebagai peneman dia dan membantu membesarkan anak – anaknya.

            Akhirnya diriku beserta saudara – saudara kandungku berkembang menjadi anak – anak yang dibesarkan oleh pembantu dan lingkungan kehidupanku. Sampai aku lulus kuliah dan bekerja aku jadi pribadi keras, sombong, tidak percaya diri dan minder. Yang menyedihkan waktu pertama kali aku (baligh) sebagai perempuan mendapatkan haid dan menangis melihat darah banyak dan tidak berani keluar kamar mandi, yang menolong aku waktu pembantu yang khusus pegang aku. Dia memelukku dan menjelaskan pelan – pelan bahasa anak – anak, akhirnya ketakutanku pelan – pelan sirna.

            Masuk dunia kerja yang lulusan sekolah sekretaris saat itu pergaulan luas ruang lingkup, sampai jadi kutu loncat setiap ada tawaran baru sebelum setahun bekerja bakan terparah baru hitungan sebulan pindah. Lagi masa – masanya mulai mencari jati diri, jadi semua orang kukira baik aku mudah percaya, semua cowok mendekatiku hanya untuk PHP ku aja. Akibatnya hanya kepuasan lahiriah saja yang ku dapat, tapi batiniahku hampa, rohaniku kosong, ibadah seperti shalat dan puasaku kacau balau. Sampai suatu titik aku meninggalkan sama sekali shalat dan puasa ramadhan bisa dihitung jari benar – benar full hanya 4 hari (dari 30 hari puasa). Karena aku sempat jadi kasir di diskotik dan spa massage terbesar di Jakarta dan saat itu dikalangan anak muda dan orang – orang berduit sangat dikenal. Tapi aku bersyukur, karena kecil papu sangat galak dan kerasa mendidik anak – anaknya jadi diantara kami tidak ada anak – anaknya yang menjadi perokok aktif, minum – minuman keras. Diantara anak – anak papi hanya aku yang menyelesaikan sekolah madrasah sampai selesai dan membanggakan papi waktu itu. Jadi pas kehidupan remaja nakal dan masih wajar. Singkat cerita masa remajaku menuju dewasa walau dibesarkan dikeluarga tidak utuh, tapi kami anak – anak tidak ada yang sampai terjerumus kehidupan bebas dan obat – obatan.

Aku bersyukur sekali Allah masih sayang aku. Berjalannya kehidupan aku dewasa dan menikah, mulai agamaku kelam hanya identitas KTP. Sampai suatu titik fase umur bertambah mulai 40 tahunan baru mulai lingkungan kerja dan pertemanan mulai banyak yang sudah berhijrah, Dan sampai aku bertemu teman – teman lama masa sekolah SMP, awal mulanya aku bisa sampai hari ini dalam waktu setahun kembali menjalin silaturahmi dan tidak melihat lagi ke belakang, aku seing ikut untuk ketemuan, sampai suatu saat diantara teman – temanku SMP (bukan genkku) dan aku hanya sekelas kenalnya SMP lewat, dialah hidayah Allah ku tempuh. Aku baru percaya dan yakin bahwa hidayah harus dijemput. Mungkin tanpa kuasa Allah kirimkan 2 orang anak manusia yang bernama (Rimen dan Pak Budi) mungkin aku belum tentu bisa berhijrah secepat ini. Mereka inilah yang kunamakan sahabat dunia akhirat. Sekedar diketahui awal mulanya dalam perjalanan silaturahmi pertemanan dengan sahabatku soleh dan sholehah ini suatu saat lewat sindiran Pak Budi lewat candaan yang membekas padaku dan membuatku sampai menangis dan mengadu curhat ke Ririen “Centilan Pak Budi seperti ini: Ri kok belum berhijab sedang yang lain teman – teman PR sudah pada berhijab sesuai perintah agama.” Aku jawab nanti Pak yang penting hati saya dulu dihijabkan, saya pengen tapi belum sekarang in syaa Allah tahun depan. Waktu itu kalo ga salah bulan September 2018. Dan makin ke sininya, setiap kata ada ketemuan puncaknya Oktober sindiran yang sangat tajam dan membuat saya galau…

Saya dibilang Pak Budi “di bilag bego” dan yang paling menyentuh saya sempat marah sedih, kecewa gado – gadolah perasaan saya dikala dibilang ga malu tuh rambut udah diumbar – umbar ke orang lain, diliat – liatkan begitu semua lelaki memandangnya. Saat itu saya sontak terkejut, gila bener nih baru temenan ko berani – beraninya ngatain gue bego dan berbicara masalah mahkota saya (rambut).

Nah mulailah pergumulan batin saya terpikir terus akhirnya saya mengadu ke sahabat sholehah saya Ririen curhat sampai dua jama by phone menangis sampai terasa mata sembab dan kuping panas. Setelah saya curhat ke Ririen, sahabatku ini mendengarkan dengan sabar jeritan hatiku setelah puas tumah kegundahanku, sahabatku Ririen memberi nasehat yang menenangkan hatiku dan membuatku akhirnya gak sampe tahun depan yang ku mau mulai berhijrah. Begitu dahsyatnya Allah turunkan segera hidayah kepadaku tanpa aku bisa menolaknya dengan bantuan 2 orang sahabatku ini Bucan Ririen dan Pak Budi yang sekarang kunamakan sahabat dunia akhirat.

Seiring berjalannya waktu, aku mulai merapat ke kegiatan yang untuk mengaharap ridha Allah dan punya nilai ibadah. Mulai kutinggalkan pelan kumpul – kumpul teman yang hanya sekedar kumpul – kumpul hahahehe dan sebagainya, setelah itu ga ada apa – apa manfaat yang kuamnil. Subhanallah kuasa Allah begitu besar padaku maa syaa Allah…

Aku yang sempat dua tahun sebelum berhijrah sempat beribadah hanya sekedar iseng suka ikut gereja dan bantu – bantu kegiatan gereja. Sekarang aku mengakui secara bertobat bahwa jalanku salah dan tersesat dan Allah rupanya masih sangat – sangat sayang diangkatlah derajatku lewat sahabat – sahabatku soleh dan sholehah (Ririen dan Pak Budi).

Bucan Ririen selalu menenangkan tak henti – hentinya supportku setiap curhatku, selalu Riren mengatakan hidayah tidak akan datang sendiri dan harus dijemput. Sedangkan sahabatku yang Pak Budi selalu dengan sentilan – sentilannya membuatku membara perang batin dalam menuju berhijrah. Mereka berdua ini adalah orang – orang yang diberikan Allah ke saya proses hijrah yang menurut saya berat, tapi berkat sahabat – sahabat saya ini akhirnya saya bisa berhijrah.

Di sini saya mau menggambarkan sederet tanda bersyukur saya kepada Allah dan bangga serta bahagia mempunyai 2 orang sahabat yang memang benar – benar sahabat kunamakan sahabat dunia akhirat.

Sosok Pak Budi adalah seperti mentari yang membakar semangat saya berhijrah dan sosok Bucan Ririen bagaikan rembulan yang indah dan cantik menenangkan, menyejukkan dan mengarahkan serta memadu saya untuk bisa menjemput hidayah.

Mungkin kalau Allah gak kirimkan mereka belum tentu saya bisa berhijrah seperti sekarang. Kurang lebih saya proses berhijrah sudah berjalan 6 bulan terus berproses sampai sekarang. Masih panjang perjalanan hijrah saya. Otomatis ketika hidayah itu datang, menjemput, menyambut untuk perubahan ke arah yang lebih baik, dari segi pakaian layaknya muslimah, sikap, tutur kata dan pemahaman ilmu agama dan pengamalannya. Jujur perjuangan saya berhijrah penuh tantangan, Alhamdulillah satu persatu saya lewati dengan pertolongan Allah dan support, dorongan, arahan, panduan sahabat dunia akhirat (mentari dan rembulan).

Saya pribadi sampai hari ini pun seakan masih antara percaya tidak percaya dengan berhijrah saya. Maa syaa Allah… akhirnya saya bisa secepat ini berhijab… yang sebelumnya masih mundur maju karena belum kesiapan diri saya. Waktu itu saya mengatakan kepada mentari pembakar semangat saya dan kepada rembulan mentor pengarah, pemandu saya step by step untuk bisa menjemput hidayah karena Allah SWT…

Bagi saya yang masih sebagai manusia imannya naik turun, perang batin dalam memutuskan berhijrah. Saya mulai mengikuti kajian – kajian dan ikut bergabung acara Jum’at berbagai yang diperakarsai atau ide oleh sahabatku mentari. Itupun saya belum berhijrah full masih buka tutup, dengan kesabaran sahabat rembulan pelan tapi pasti membimbing, mengarahkan dan memanduku sampai pada titik dimana saya mantap menutup aurat (berhijrah) sepenuh sesuai dengan tuntunan dan syariah Islam. Dalam saya berhijrah tertatih – tertatih karena ada yang pro dan kontra baik dari lingkungan keluarga dan pergaulan. Mereka – mereka yang kontra merasa gak yakin saya bener – bener bisa istiqomah dan ragu dengan keputusan saya yang secepat ini. Saya yang sebelumnya berpakaian tidak – tidak, pendek atau tanktop begitu drastis pas berhijrah langsung menutup semua yang sesuai pakaian muslimah seharusnya saya kenalan. Dan yang pro atau mendukung pertama kali adalah dua orang sahabat mentari dan rembulan perjuangan mereka berdua kepada saya begitu besar, saya mantap berhijrah karena Allah bukan karena siapa – siapa. Butuh waktu berminggu – minggu dalam kegaulan saya, ketakutan saya kalau saya berhijab pasti resiko – resiko duniawi yang saya terima. Sampai harus kehilangan teman – teman yang menjaga jarak dan menjauh perlahan- lahan lingkungan keluarga begitu pula… Mereka mungkin masih meragukan dan tidak yakin dengan keputusan saya berhijrah. Hijrah membuat saya menjadi manusia baik dan lebih baik yang bisa nanti berharap berjumpa dengan sang pencipta Allah SWT.

Mulai sedikit demi sedikit hal – hal yang bertentangan dan kurang baik dalam proses hijrah saya tinggalkan. Kegiatan – kegiatan yang menurut saya setelah berhijrah tidak ada manfaat kebaikan untuk diri saya yang ingin istiqomah, maka saya mulai mundur pelan – pelan dan lebih mendekatkan diri kepada kegiatan – kegiatan yang bernilai ibadah, terpikir dan selalu terlintas kematian, ada rasa takut dan was – was dalam diri saya, berkecamuk dari hari ke hari menjalani hidup apakah saya siap andaikan dipanggil Allah... apa bekal saya… cukup kah... ???

Terbayang dosa – dosa saya… saya belum siap menghadap Allah … saya bersyukut berusaha saya mendekatkan diri memohon ampun, DIA kirimkan orang – orang (mentari dan rembulan) untuk menapaki kehidupan dan mempersiapkan diri, menabung amaln – amalan untuk kehidupan abadi (akhirat). Semakin saya memahami tentang agama (Islam) semakin saya menyesali kenapa batu sekarang saya berhijrah sudah terlalu banyak waktu terbuang dengan percuma 80% kehidupan dunia saya prioritaskan.

Dalam masa proses hijrah hampir tiap shalat malam saya menangis dengan sendirinya. Tekad saya yang ingin berubah lebih baik Allah mendengar curhatan saya yang penuh penyesalan, memohon ampunan dan pertolonganNya untuk saya bisa dan kuat menempuh hidayah Mu. Alhamdulillah semuanya dengan izin Allah jalanku menjemput hidayah Allah dibukakan dengan aku mulai bersilaturahmi dengan teman – teman yang sudah berhijrah lebih dahulu dariku. Lingkungan mulai bergeser lebih dikelilingin orang – orang soleh dan sholehah. Dan yang paling besar jalan Mu dibukakakn untuk ku dengan kau kirimkan dua orang teman yang khusus “Mentari dan Rembulan” menjemput hidayah Mu, mantap berhijrah dengan istiqomah. Hijrah memperbaiki hidupku yang lalu. Meskupun dalam perjalanan hijrahku banyak sekali rintangan dari diri sendiri (pergumulan batin) dan lingkunganku (baik teman atau keluarga).

Alhamdulillah setelah aku menjalani hijrah hidup lebih tenang, menyikapi suatu masalah mulai tidak gegabah dan panikan, emosi, tidak meldak – meledak seperti sebelumnya. Dalam berpakaian lebih tertutup, menutup aurat sesuai perintah Allah lebih terjaga. Yang tadinya orang – orang memandang ku terlalu berpenampilan terbuka (sexy) dan sekarang setelah ku berhijrah orang – orang memandangku berbeda dari sebelum berhijab. Lebih banyak yang tersenyum tulus, bersyukur Alhamdulillah dan mendo’akan semoga aku bisa istiqomah… Aamiin YRA.

Semua hal – hal yang tadinya aku takutkan pelan – pealn sirna, seperti gimana ya nanti rezekiku… gimana ya udara kalau lagi panas dengan berhijab, apa aku ga kepanasan apalagi berkegiatan di luar rumah… gimana ya teman – temanku… gimana ya keluargaku… semua berkecamuk… maa syaa Allah semua ketakutanku pelan – pelan sirna, sahabatku sholehah rembulan nan cantik begitu sabar sebagai mentorku menenangkanku akan semua kekhawatiranku.

Sahabatku soleh dan sholehah (Mentari dan Rembulan) mengatakan tenang gak usah takut, gelisah, khawatir dengan berhijrah, mereka juga mengatakan Allah sayang sama dirimu, DIA mau mengangkat derajatmu sebagai hambaNya ke tempat yang lebih mulia. Semuanya sudah diatur Allah SWT. Karena kita manusia, gak ada yang pernah tau umur kita di dunia berapa lama. Sebelum terlambat dan penyesalan tiada gunanya disaat ajal menjemput, terutama sebagai wanita muslimah sampai meninggal belum berhijrah dan berhijab, bisa dibayangkan betapa mengerikan dan menyedihkan. Di dunia semasa hidup aurat diumbat ke semua orang yang melihat, sedang pas kita meninggal dipakaikan hijab… coba bagaimana pertanggung jawabannya kepada Allah… mingkinkah malaikat akan bisa menolong kita pas dalam kubur untuk memohon ampunan ke Allah…

Sebelum berhijrah aku pernah merasakan hidup tanpa arah kehilangan tujuan. Menjalani kegiatan (rutinitas) yang sama dari hari ke hari, bulan ke bulan, tahun ke tahun tampa tujuan dampaknya badmood (bosan) bahkan stress. Di saat aku di atas dalam kehidupan (enak) aku lupa bersyukur dan berterima kasih pada Allah, bahkan menjauhi karena berpikir saat itu hasil kerja kerasku bisa seperti ini, padahal kalau aku sadar semua ini karena Allah. Dan begitu aku dalam keadaan terjatuh dengan cepat aku ingat Allah… Seakan – akan menyalahkan keadaan – keadaan Allah… Terkadang aku menyerah ketika menghadapi permasalahan hidup. Namun semua terjawab setelah aku menemukan Allah dalam menejemput hidayah Mu, berhijrah ke arah yang lebih baik. Sekarang aku sadar cara muslim berpikir itu sangat indah “apapun yang teerjadi, harus selalu mengembalikan kepada Allah sepenuhnya.”

Kini aku menemukan kembali semangat dan tujuan dalam hidupku, bahwa hidup matinya umat muslim adalah untuk Allah. Sekarang kalau ditanya berhijab? Sudah kewajiban seorang muslimah dan perintah Allah bagi seorang perempuan muslim untuk menutup aurat, seiring waktu dengan sahabat (Mentari dan Rembulan) mulai rutin mengikuti kajian bersama meskipun habis subuh pun sudah harus berangkat.

Setelah berhijab ternyata segala ketakutan berganti kebahagiaan. Aku mulai mengikuti kajian rutin khushs akhwat di Masjid At-Taqwa, komunitas dakwah bulanan (M.T. Raudhatul Janah) bersama rembulan nan cantik dan sholehah. Dengan berhijab tidak akan menghalangi segala aktivitas yang ingin kulakukan. Masih terus saya berproses dalam berjalanan berubah menjadi lebih baik. Berusaha berpikiran positif, yang terpenting hadapi selalu dengan senyum, tanamkan dalam diri sendiri orang lai gak baik kepada kita gak usah dipikirkan, bisa merusak hati dan mengotori. Yang penting kita tetap berbuat baik pada semua orang.

Hidup di dunia ini singkat, selagi masih bernapas dan waktu kesempatan segeralah bersiap diri, siapkan bekal amal ibadah saatnya tiba ajal memanggil kita tenang. Karena ajal datang tidak mengenal usia, keadaan sehat atau sakit dan tempat, kalau sudah waktunya tidak seorangpun bisa menolaknya dan menundanya.

Saya pribadipun masih terus berproses, dan selalu ingat selalu ada Allah yang melihat dan menjaga. Kata – kata mutiara atau bijak sebagai penyemangat saya sebagai berikut :

“Pertahankan teman yang selalu mengingatkan, mengajak dalam ketaatan.”

 

“Kesedihan hanyalah bungkus kado dari Allah, saat kau buka nanti isinya adalah ketegaran dan kekuatan hadiah untukmu.”

 

“Semakin keras pertempuran, semakin Indah kemenangan, semakin sulit pekerjaan semakin tinggi mulai kesuksesan.”

 

“Jangan menyia – nyiakan hidupmu untuk menunggu datangnya sayap. Yakinlah bahwa kalau kau mampu untuk terbang sendiri.”

 

“Kawan Terbaik Adalah :”

1. Seseorang yang dengan melihatnya mengingatkan kita kepada Allah.

2. Seseorang yang dengan perkataannya bertambah amal kebaikan kita.

3. Seseorang yang dengan amal – amalnya mengingatkan kita kepada akhirat.

 

“Yang dinamakan Sahabat itu adalah mereka yang membawa kita ke Syurga Allah bukannya ke Neraka.”

 

Dengan Bismillah dengan tersusun jadi buku cerita saya ini semoga bermnafaat dan menjadi juga motivasi pembaca sekalian dalam berhijrah berubah menjadi lebih baik.

Demikanlah cerita pengalaman pribadi saya dalam menjemput hidayah. Tak lupa akhir kata saya mengucap puji syukur kepada Allah Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayahnya. Juga kepada junjungan kata Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan pengikutnya yang setia hingga akhir zaman. Dan terima kasih kepada keluarga, juga kepada sahabatku Mentari dan Rembulan, dan handai taulan yang tidak bisa kusebutkan satu persatu. Semoga buku ini bermanfaat, dan juga penyemangat bagi orang lain yang belum berhijrah…

Aamiin YRA.

 

0 comments:

Post a Comment