PPN
& PPnBM
Dipersembahkan untuk Perpajakan
KELOMPOK V
Anne Analia (8143136661)
Indri
Nuaristiani (8143136646)
Nur Fitria Handayani (8143136669)
Ria Vinola Widia Wati (8143136659)
Siti Nurwulan (8143136660)
PROGRAM STUDI SEKRETARI
JURUSAN EKONOMI DAN ADMINISTRASI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2015
KATA
PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya yang berjudul “PPN & PPnBM”
Makalah ini berisikan tentang informasi tentang PPN dan PPnBM, agar memahami secara
mendalam tentang semua hal yang berkaitan dengan PPN (Pajak Pertambahan Nilai)
dan PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah). Selain itu, tidak hanya sekedar
mengetahui secara teori, tetapi juga dapat mengaplikasikan dikehidupan
sehari-hari.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terimakasih
banyak kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam proses penyusunan
makalah ini dari awal hingga akhir. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua yang membacanya.
Jakarta,
9 November 2015
Tim
Penyusun
Kelompok V
DAFTAR
ISI
Halaman
KATA PENGANTAR..................................................................................... ii
DAFTAR ISI..................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang ........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................... 2
C. Tujuan ........................................................................................ 2
D. Manfaat ...................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. PPN (Pajak Pertambahan Nilai) ................................................. 3
B. Faktur Pajak ............................................................................... 7
C. Perhitungan PPN ........................................................................ 8
D.
PPnBM (Pajak Penjualan
atas Barang Mewah)
......................... 11
E. Pelaporan PPN & PPnBM ......................................................... 12
F. Saat Pembayaran/Penyetoran PPN/PPnBM ............................... 12
G. Sarana Pembayaran PPN dan PPnBM ....................................... 13
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................ 16
B. Saran .......................................................................................... 16
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pajak
merupakan kewajiban warga negara yang menunjukan peran serta dari seluruh
masyarakat dalam pembiayaan pemerintah untuk menjalankan pemerintahan dan
pembangunan. Pajak telah terbukti menjadi sumber utama dalam APBN Indonesia
yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembiayaan
pengeluaran negara yang bersumber dari pajak menunjukan adanya kemandirian
bangsa untuk mencapai cita-cita luhur dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Pajak
pada dasarnya merupakan peralihan sebagian kekayaan dari masyarakat kepada
negara yang dimungkinkan oleh Undang-Undang Pajak. Peralihan kekayaan tersebut
membuat pajak dipandang dari dua sisi yang berbeda. Bagi masyarakat seringkali
pajak dinggap sebagai beban. Di sisi lain bagi pemerintah dan fiskus pajak
harus dipungut karena terbukti pajak memberikan kontribusi yang cukup besar
terhadap penerimaan pajak, baik dengan usaha intensifikasi maupun
ekstensifikasi pajak.
Jenis
pajak yang seringkali kita temui dikehidupan sehari-hari adalah PPN (Pajak
Pertambahan Nilai) dan PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah). Kedua jenis
pajak ini sangat memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi pembangunan
negara ini, karena pajak tersebut yang sering atau acapkali kita bayarkan baik
secara langsung maupun tidak langsung dikehidupan sehari-hari.
Sebagai
warga negara kita tidak hanya sekadar mengetahui secara sepintas tentang PPN
dan PPnBm, tetapi juga harus mendalami bagaimana sebenarnya kedua jenis pajak
ini serta seluk beluk yang menyangkut hal tersebut. Dengan kata lain agar tidak
naïf dalam hal-hal yang menyangkut kewajiban kita sebagai warga negara.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana konsep dasar pemungutan PPN dalam
objek, tarif dan perhitungannya?
2.
Apa fungsi dan persayaratan mengenai faktur
pajak?
3.
Bagaimana cara perhitungan PPN, saat terhutang
dan tentang pembayaran PPN?
4.
Bagaimana dasar pengenaan PPnBM?
5.
Bagaimana penerapan tarif dan pelaporan pada
PPnBM?
C.
Tujuan
1.
Sebagai tugas kelompok dari Dosen Perpajakan.
2.
Penulis dapat lebih mengerti pembahasan PPN &
PPnBM.
3.
Dapat menambah wawasan bagi penulis dan
pembaca makalah ini.
4.
Dapat menyajikan materi secara ringkas agar
mudah dimengerti pembaca/pendengar.
D.
Manfaat
1.
Mengetahui konsep dasar pemungutan PPN dalam
objek, tarif dan perhitungannya.
2.
Memahami tentang Faktur pajak baik itu tentang
persyaratan maupun fungsinya.
3.
Mengerti cara perhitungan PPN, saat terhutang
dan tentang pembayaran PPN.
4.
Menjelaskan secara jelas dasar pengenaan PPnBM.
5.
Memahami penerapan tarif dan pelaporan pada
PPnBM.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PPN
(Pajak Pertambahan Nilai)
1.
Pengertian
dan Dasar PPN
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mulai
diperkenalkan di Indonesia sejak 1 april 1985 untuk menggantikan Pajak
Penjualan (PPn). Hal ini dituangkan dalam UU No 8 tahun 1983. PPN diatur dalam
UU No 8 tahun 1983 tentang PPN dan PPnBM, selanjutnya diubah dengan UU No.11
tahun 1994, lalu diubah dengan UU No. 18 tahun 2000, terakhir diubah lagi dengan UU No.42 tahun 2009.
PPN (Pajak Pertambahan Nilai) adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa di Daerah Pabean yang
dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi dan distribusi
(Siti Resmi, 2012:1). Dalam Dirjen Pajak, Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) didefinisikan sebagai pajak yang dikenakan atas setiap
pembelian Barang Kena Pajak dan pemanfaatan Jasa Kena Pajak baik di dalam
wilayah Indonesia maupun dari luar daerah Pabean.
Pada
dasarnya semua barang merupakan Barang Kena Pajak, sehingga dikenakan PPN,
kecuali jenis barang yang diatur dalam Undang Undang PPN. Misalnya barang hasil
pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya,
barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak,
makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan
sejenisnya dan uang, emas batangan, dan surat-surat berharga. Ada juga barang yang merupakan Barang
Kena Pajak tetapi PPNnya dibebaskan, misalnya buku pelajaran umum dan buku
pelajaran agama dan barang-barang tertentunya.
2.
Objek
PPN
a.
Penyerahan
/impor/pemanfaatan/ekspor terhadap BKP
/JKP/BKP tidak berwujud.
1)
Penyerahan BKP didalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha kena pajak maupun pengusaha yang
seharusnya dikukuhkan menjadi pengusaha
kena pajak tetapi belum
dikukuhkan.
2)
Impor BKP. Pemungutan pajak saat impor BKP
dilakukan melalui Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai.
3)
Penyerahan JKP didalam daerah pabean yang
dilakukan oleh pengusaha
4)
Pemanfaatan
BKP tidak berwujud dari luar daearah pabean didalam daerah pabean.
5)
Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean (jasa
konsultan asing yang memberikan jasa manajemen, jasa teknik dan jasa lain)
didalam daerah pabean.
6)
Ekspor BKP berwujud oleh PKP, ekspor BKP dikenakan
PPN, hanya jika yang melakukan adalah pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai
PKP.
7)
Ekspor BKP tidak berwujud oleh PKP, pengusaha
yang melakukan ekspor BKP tidak berwujud adalah hanya pengusaha yang telah
dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak.
8)
Ekspor JKP oleh PKP.
b.
Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak
dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya
diigunakan sendiri atau digunakan pihak lain.
c.
Penyerahan aktiva oleh PKP yang menurut tujuan
semula aktiva tersebut tidak untuk diperjual belikan sepanjang pajak masukan
yang dibayar pada saat perolehan menurut ketentuan dapat dikreditkan.
3.
Bukan
Objek PPN
a.
Jenis Barang yang Tidak Dikenai PPN:
1)
Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran
yang diambil langsung dari sumbernya.
2)
Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan
oleh rakyat banyak.
3)
Makanan dan minuman yang disajikan di hotel,
restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman
baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang
diserahkan oleh usaha jasa boga atau catering.
4)
Uang, emas batangan, dan surat berharga.
b.
Jenis Jasa yang Tidak Dikenai PPN: Jasa
pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa pengiriman surat dengan
perangko, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa keagamaan, jasa pendidikan, jasa kesenian
dan hiburan, jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan, jasa angkutan umum di
darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan
udara luar negeri, jasa tenaga kerja, jasa perhotelan, jasa yang disediakan
oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum, jasa penyediaan
tempat parker, jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam, jasa pengiriman
uang dengan wesel pos dan jasa boga atau katering.
4.
Subjek
Pajak
Pengusaha Kena Pajak, yaitu pengusaha yang melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai
pajak berdasarkan Undang-Undang PPN, yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya
menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha
perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean,
melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.
5.
Bukan
Subjek Pajak
Pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri
Keuangan, kecuali pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak. (Pasal 1 angka 15 UU PPN).
6.
Tarif
PPN
a.
Tarif PPN adalah 10%.
Dikenakan atas setiap penyerahan BKP di
dalam daerah pabean/impor BKP/penyerahan JKP di dalam daerah pabean/pemanfaatan
BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam pabean/pemanfaatan JKP dari
luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebut dapat diubah
menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15% yang perubahan tarifnya diatur
dengan Peraturan Pemerintah. Hal ini dapat disebabkan berbagai faktor, misalnya
pertimbangan perkembangan perekonomian Indonesia, sehingga tarif PPN bisa
diturunkan. Sebaliknya, misalnya jika Pemerintah membutuhkan penerimaan pajak
yang besar, sehingga tarif PPN bisa dinaikkan.
b.
Tarif PPN sebesar 0% diterapkan atas Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, Ekspor
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, dan Ekspor Jasa Kena Pajak.
7.
Dasar
Pengenaan PPN
a.
Harga Jual
Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta
atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak
termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang ini dan potongan harga yang
dicantumkan dalam Faktur Pajak.
b.
Penggantian
Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta
atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak,
ekspor Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi
tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang- Undang ini dan potongan harga
yang dicantumkan dalam Faktur Pajak atau nilai berupa uang yang dibayar atau
seharusnya dibayar oleh Penerima Jasa karena pemanfaatan Jasa Kena Pajak
dan/atau oleh penerima manfaat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud karena
pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean
c.
Nilai Impor
Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang
menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan berdasarkan ketentuan
dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai
untuk impor Barang Kena Pajak.
Nilai Impor adalah CIF (Cost, Insurance,
and Freight) + Bea Masuk.
d.
Nilai Ekspor
Nilai Ekspor adalah adalah nilai berupa
uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir.
e.
Nilai Lain
Nilai Lain yang dipakai sebagai dasar
untuk menghitung pajak yang terutang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
No.75/PMK.03/2010 tentang Nilai Lain Sebagai DPP dan Peraturan Menteri Keuangan
No.102/PMK.11/2011 tentang nilai lain sebagai DPP atas pemanfaatan barang kena
pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean, di dalam daerah pabean
berupa film cerita impor dan penyerahan film cerita impor.
B.
Faktur
Pajak
1.
Pengertian
Menurut Siti Resmi
(2012:52), faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP yang
melakukan penyerahan barang kena pajak atau penyerahan jasa kena pajak.
Faktur pajak merupakan
bukti pemungutan pajak dan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan
Pajak Masukan. Oleh karena itu, faktur pajak harus benar, baik secara formal
maupun secara materiil.
Faktur pajak wajib
dibuat oleh pengusaha kena pajak untuk setiap :
a.
Saat penyerahan barang kena pajak.
b.
Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan
pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan atau sebelum penyerahan
Jasa Kena Pajak.
c.
Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal
penyerahan sebagian tahap pekerjaan.
d.
Saat pengusaha kena pajak rekana menyampaikan
tagihan kepada Bendahara Pemerintah sebagai Pemungut PPN.
2.
Persyaratan
Faktur Pajak
a.
Nama, alamat, nomor pokok WP yang menyerahkan
BKP atau JKP
b.
Nama, alamat, nomor pokok WP pembeli BKP atau
penerima JKP
c.
Jenis barang atau jasa, jumlah HJ atau
penggantian dan potongan harga
d.
PPN yang dipungut
e.
PPnBM yang dipungut
f.
Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan faktur
pajak
g.
Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani
faktur pajak.
3.
Fungsi
Faktur Pajak
Adapun fungsi faktur
pajak adalah :
a.
Sebagai bukti pungut PPN yang dibuat oleh PKP
atau Direktorat Jendral Bea dan Cukai, baik karena penyerahan BKP atau JKP maupun
Impor BKP.
b.
Sebagai bukti pembayaran PPN yang telah
dilakukan oleh pembeli BKP atau penerima JKP kepada PKP atau Direktorat Bea dan
Cukai.
c.
Sebagai sarana pengawasan administrasi terhadap
kewajiban perpajakan.
C.
Perhitungan
PPN
PPN dihitung dengan cara
mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak.
Mekanisme
Perhitungan PPN dapat diuraikan sebagai berikut :
a.
PPN yang terutang dihitung dengan cara
mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 UU PPN dengan Dasar
Pengenaan Pajak.
b.
Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan
dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak yang sama.
c.
Dalam hal belum ada Pajak Keluaran dalam suatu
Masa Pajak, maka Pajak Masukan tetap dapat dikreditkan.
d.
Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran
lebih besar daripada Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan Pajak Pertambahan
Nilai yang harus dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak.
e.
Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan
yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, maka selisihnya
merupakan kelebihan pajak yang dapat dimintakan kembali atau dikompensasikan ke
Masa Pajak berikutnya.
f.
Apabila dalam suatu Masa Pajak, PKP selain
melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak
terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui
dengan pasti dari pembukuannya, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang
pajak.
g.
Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena
Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan
yang tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang
terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, maka jumlah Pajak Masukan
yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan
menggunakan pedoman yang diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.
h.
Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan
oleh Pengusaha yang dikenakan Pajak Penghasilan dengan menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 7
Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, dapat dihitung dengan menggunakan pedoman
penghitungan pengkreditan Pajak Masukan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
i.
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi
belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat
dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah
berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai
biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.
Contoh
:
§
PKP “A” menjual tunai Barang Kena Pajak (BKP)
dengan Harga Jual Rp 25.000.000,00
Pajak Pertambahan Nilai yang terutang
= 10% x Rp25.000.000,00
= Rp2.500.000,00
PPN sebesar Rp2.500.000,00 tersebut merupakan Pajak
Keluaran yang didapat oleh Pengusaha Kena Pajak “A”.
§
PKP “B” melakukan penyerahan Jasa Kena (JKP)
Pajak dengan memperoleh penggantian sebesar Rp20.000.000,00
PPN yang terutang yang dipungut oleh PKP “B”
= 10% x Rp20.000.000,00
= Rp 2.000.000,00
PPN sebesar Rp2.000.000,00 tersebut merupakan Pajak
Keluaran yang didapat oleh Pengusaha Kena Pajak “B”.
§
Bapak
andre saputra simanjuntak mempunyai perusahaan yang memproduksi bahan alkohol,
dia melakukan penjualan sebesar Rp. 120.000.000,- dengan PPN sebesar 15%
Perhitungan :
= Rp. 120.000.000,- x 15%
= Rp. 18.000.000,-
Jadi pajak PPN yang dipungut oleh
perusahaan bapak andre adalah Rp. 18.000.000,-
D.
PPnBM
(Pajak Penjualan atas Barang Mewah)
PPnBM adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi BKP yang
tergolong mewah didalam daerah pabean.
1.
Dasar
Pengenaan PPnBM
a.
Perlu adanya keseimbangan pembebanan pajak
antara konsumen yang berpenghasilan rendah dengan konsumen yang berpenghasilan
tinggi.
b.
Perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas BKP
yang tergolong mewah.
c.
Perlu adanya perlindungan terhadap produsen
kecil atau tradisional.
d.
Perlu untuk mengamankan penerimaan negara.
PPnBM dikenakan hanya 1 (satu) kali pada waktu penyerahan
Barang Kena Pajak yang tergolong mewah oleh pengusaha yang menghasilkan atau
pada waktu impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah.
BKP yang tergolong mewah adalah :
a. Barang
tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok;
b. Barang
tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu;
c.
Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh
masyarakat berpenghasilan tinggi atau apabila dikonsumsi dapat merusak
kesehatan dan moral serta mengganggu ketertiban masyarakat.
2.
Objek PPnBM
a. Penyerahan
Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang
menghasilkan barang tersebut di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya.
b.
Impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah
3.
Penetapan
Tarif
a.
Tarif PPnBM dibedakan menjadi beberapa kelompok
tarif yaitu tarif terendah sebesar 10% dan tarif tertinggi sebesar 200%.
Perbedaan tersebut didasarkan pada pengelompokkan BKP yang tergolong mewah yang
atas penyerahannya dikenakan juga PPnBM.
b.
Tarif PPnBM ditetapkan sebesar 0% atas ekspor
BKP yang tergolong mewah, karena diekspor atau dikonsumsi di luar daerah
Pabean.
E.
Pelaporan
PPN dan PPnBM
1.
PPN
dan PPnBM yang dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan
disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat paling lama akhir bulan
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
2.
PPN
dan PPnBM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP yang telah dilunasi
segera dilaporkan ke KPP yang menerbitkan.
3.
PPN
dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan:
a.
Bendahara
Pemerintah harus dilaporkan paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa
Pajak berakhir.
b.
Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai atas Impor, harus dilaporkan paling lama akhir bulan
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
Untuk
penyerahan tepung terigu oleh BULOG, maka PPN dan PPnBM dihitung sendiri oleh
PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada KPP setempat paling
lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
F. Saat
Pembayaran/Penyetoran PPN/PPnBM
1.
PPN
dan PPnBM yang dihitung sendiri oleh PKP harus disetor paling lama akhir bulan
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa
Pajak Pertambahan Nilai disampaikan.
2.
PPN
dan PPnBM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP harus dibayar/disetor
sesuai batas waktu yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP tersebut.
3.
PPN/PPnBM
atas Impor, harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk, dan
apabila pembayaran Bea Masuk ditunda/ dibebaskan, harus dilunasi pada saat
penyelesaian dokumen Impor.
4.
PPN/PPnBM
yang pemungutannya dilakukan oleh:
a.
Bendahara
Pemerintah, harus disetor paling lama tanggal 7 (tujuh) bulan berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir.
b.
Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai yang memungut PPN / PPnBM atas Impor, harus disetor
dalam jangka waktu 1 (satu) hari kerja setelah dilakukan pemungutan PPN pajak.
PPN
dari penyerahan tepung terigu oleh Badan Urusan Logistik (BULOG), harus
dilunasi sendiri oleh PKP sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (D.O)
ditebus.
G.
Sarana
Pembayaran PPN dan PPnBM
1.
Untuk
membayar/menyetor PPN dan PPnBM digunakan formulir Surat Setoran Pajak (SSP)
yang tersedia di Kantor-kantor Pelayanan Pajak dan Kantor-kantor Pelayanan
Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) di seluruh Indonesia.
2.
Surat
Setoran Pajak (SSP) menjadi lengkap dan sah bila jumlah PPN/ PPn BM yang
disetorkan telah sesuai dengan yang tercantum di dalam Daftar Nominatif Wajib
Pajak (DNWP) yang dibuat oleh: Bank penerima pembayaran, Kantor Pos dan Giro,
atau Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai penerima setoran.
Contoh
Soal:
Pengusaha
Kena Pajak “D” mengimpor Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah dengan Nilai
Impor sebesar Rp. 50.000.000,00 Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut
selain dikenakan PPN juga dikenakan PPnBM misalnya dengan tarif 20%.
Penghitungan
PPN dan PPnBM yang terutang atas impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah
tersebut adalah:
a.
Dasar Pengenaan Pajak Rp. 50.000.000,00
b.
PPN = 10% xRp. 50.000.000,00 = Rp. 5.000.000,00
c.
PPn BM = 20% x Rp. 50.000.000,00 = Rp. 10.000.000,00
Kemudian
PKP “D” menggunakan BKP yang diimpor tersebut sebagai bagian dari suatu BKP
yang atas penyerahannya dikenakan PPN 10% dan PPnBM dengan tarif misalnya 35%.
Oleh karena PPnBM yang telah dibayar atas BKP yang diimpor tersebut tidak dapat
dikreditkan, maka PPnBM sebesar Rp. 10.000.000,00 dapat ditambahkan ke dalam harga
BKP yang dihasilkan oleh PKP “D” atau dibebankan sebagai biaya.
Misalnya
PKP “D” menjual BKP yang dihasilkannya kepada PKP “X” dengan harga jual Rp.
150.000.000,00 maka penghitungan PPN dan PPn BM yang terutang adalah :
a.
Dasar Pengenaan Pajak Rp. 150.000.000,00
b.
PPN = 10% x Rp. 150.000.000,00 = Rp. 15.000.000,00
c.
PPn BM = 35% x Rp. 150.000.000,00 = Rp.
52.500.000,00
PPN
sebesar Rp. 5.000.000,00 yang dibayar pada saat impor merupakan pajak masukan
bagi PKP “D” dan PPN sebesar Rp. 15.000.000,00 merupakan pajak keluaran bagi
PKP “D”. Sedangkan PPnBM sebesar Rp. 10.000.000,00 tidak dapat dikreditkan.
Begitu pun dengan PPnBM sebesar Rp. 52.500.000,00 tidak dapat dikreditkan oleh
PKP “X”.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah (PPnBM) lebih menunjukan sebagai identitas dari suatu sistem
pemungutan pajak atas konsumsi daripada nama suatu jenis pajak, mengenakan
pajak atas nilai tambah yang timbul pada barang atau jasa tertentu yang
dikonsumsi. Namun sebelum barang atau jasa tersebut sampai pada tingkat
konsumen, PPN telah dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun
jalur distribusi. Meskipun demikian, pemungutan pajak secara bertingkat ini
tidak menimbulkan efek ganda karena adanya metode perolehan kembali pajak yang
telah dibayar (kredit bayar) oleh Pengusaha Kena Pajak sehingga persentase
beban pajak yang dipikul oleh konsumen tetap sama dengan tarif pajak yang
berlaku. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa panjang pendek jalur produksi
atau distribusi tidak mempengaruhi persentase beban pajak yang dipikul oleh
konsumen.
B.
Saran
Berdasarkan uraian makalah perpajakan
tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(PPnBM) ini diharapkan dapat mengaplikasikan teori yang didapatkan dari materi
ini.